Jakarta, Gesuri.id - Wali Kota (Walkot) Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, mengatakan jumlah armada BRT Trans Semarang masih terbatas sehingga berdampak pada kualitas layanan.
“Kami memang kekurangan armada BRT. Dari seluruh bus yang beroperasi, hanya enam unit milik Pemkot yang merupakan bantuan pemerintah pusat dan provinsi. Selebihnya merupakan kerja sama dengan pihak ketiga, di mana kami hanya membiayai operasionalnya,” katanya baru-baru ini.
Menurut Agustina, bus yang sering mengalami kerusakan justru milik Pemkot Semarang karena usia kendaraan yang sudah cukup tua, terhitung sejak 2016 dan 2018.
Baca: Rocky Wowor Apresiasi Terobosan Populis Gubernur Sulawesi Utara
Sedangkan untuk armada milik pihak ketiga, pengawasan dilakukan oleh petugas Badan Usaha Layanan Daerah (BULD) agar kapasitas penumpang tidak melebihi batas.
“Misalnya kapasitas satu bus hanya lima orang, jangan dipaksakan menjadi sepuluh. Itu bisa membuat bus berat, apalagi di tanjakan, hingga akhirnya mengeluarkan asap berlebih,” jelasnya.
Ia mengatakan pihaknya saat ini tengah mempertimbangkan penambahan jumlah armada.
Menurutnya, beberapa pengusaha dan investor telah menawarkan kerja sama untuk mengisi jalur dan zona yang dinilai kekurangan bus. Namun, keputusan ini masih dihitung secara matang, terutama pada kemampuan fiskal pemerintah.
Baca: Charles Honoris Usulkan Ubah Skema Pengadaan Distribusi MBG
“Tahun 2026 ini sedang dihitung apakah Pemkot sanggup menambah pembiayaan. Karena jika tidak disubsidi, harga tiket bisa mencapai Rp 20.000, sementara saat ini tarifnya hanya sekitar Rp 4.000. Bahkan ada kategori penumpang yang gratis dan mahasiswa luar Semarang yang hanya membayar Rp 1.000,” ujarnya.
Menurut Agustina, opsi kerja sama dengan pihak swasta dinilai lebih efisien karena modal awal pembelian bus ditanggung swasta, sementara Pemkot hanya membiayai operasional dan subsidi tiket.
Namun, kenaikan tarif belum menjadi pilihan karena kondisi ekonomi masyarakat yang dinilai masih berat.
“Walaupun hanya naik seribu rupiah, kalau dikalikan frekuensi perjalanan dalam sebulan, jumlahnya tetap memberatkan. Tugas pemerintah adalah memastikan layanan transportasi publik yang terjangkau bagi warga,” ujarnya.