Jakarta, Gesuri.id - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman, menyampaikan kritik tajam terhadap terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2025 terkait pengelolaan gabah dan beras nasional. Ia menilai kebijakan tersebut berpotensi merugikan petani dan mengganggu stabilitas harga gabah di dalam negeri.
“Ini sangat berisiko memicu keresahan petani. Kalau mekanismenya tidak rigid dan transparan, mereka bisa kehilangan harapan untuk sejahtera,” kata Alex, dikutip pada Rabu (18/6/2025).
Dalam Inpres tersebut, pemerintah menugaskan Perum Bulog untuk menyerap 3 juta ton gabah dan beras dari dalam negeri sepanjang tahun 2025.
Angka ini dinilai terlalu kecil karena hanya mencakup sekitar 10 persen dari total estimasi produksi nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras Indonesia pada 2025 diperkirakan melebihi 30 juta ton.
“Petani sudah menyambut positif ketika pemerintah menetapkan harga pembelian gabah kering panen (GKP) di Rp6.500 per kilogram. Tapi kini mereka justru dihadapkan pada pembatasan volume pembelian,” ujar Alex, legislator dari Daerah Pemilihan Sumatera Barat I.
Politisi PDI Perjuangan itu juga menyoroti belum jelasnya teknis pelaksanaan dari Keputusan Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) No. 14/2025 yang telah diterbitkan pada Januari lalu. Ia mengingatkan bahwa hal tersebut bisa menjadi titik lemah dalam pencapaian program swasembada pangan yang digaungkan pemerintah.
“Kegagalan menerjemahkan Asta Cita soal swasembada pangan ini bisa menjadi jebakan bagi pemerintah sendiri,” imbuhnya.
Alex mendorong agar pemerintah segera menetapkan pedoman penyerapan GKP yang lebih rinci, termasuk kuota pembelian per provinsi dan kriteria petani yang berhak mendapatkan harga sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP).
“Bulan Maret saat puncak panen raya saja, produksi GKP nasional mencapai 5,57 juta ton. April 4,95 juta ton, dan Mei 2,92 juta ton. Belum masuk kuartal II dan III. Kalau ini tidak diantisipasi, kita akan menghadapi gejolak harga yang serius,” ungkap Ketua DPD PDI Perjuangan Sumatera Barat tersebut.
Ia juga memperingatkan bahwa kekosongan regulasi bisa membuka ruang kembali bagi tengkulak untuk menguasai pasar gabah. Menurutnya, kondisi ini bisa menggagalkan upaya menjaga kestabilan harga dan merugikan petani kecil.
“Mereka yang kemarin tiarap karena tak mampu bersaing dengan harga pemerintah, kini bisa kembali menggeliat. Akibatnya, harga gabah petani kembali tak menentu,” tegas Alex.
Sebagai informasi, Gabah Kering Panen (GKP) adalah hasil panen padi yang belum melalui proses pengeringan, dengan kadar air 18–25 persen dan kadar kotoran 6–10 persen. Jenis gabah ini umumnya dipilih petani karena memberikan pembayaran tunai serta menghindarkan dari biaya tambahan pascapanen.