Ikuti Kami

Ananta Desak Tingkatkan Produktivitas Kedelai Lokal

Ananta Wahana mendesak pemerintah memikirkan langkah-langkah untuk mencapai swasembada kedelai. 

Ananta Desak Tingkatkan Produktivitas Kedelai Lokal
Anggota DPR RI, Ananta Wahana.

Tangerang, Gesuri.id - Anggota DPR RI, Ananta Wahana mendesak pemerintah memikirkan langkah-langkah untuk mencapai swasembada kedelai. 

Sebab sebagai salah satu negara dengan konsumsi kedelai terbesar di dunia, pemerintah  harus mampu meningkatkan produktivitas kedelai lokal untuk memenuhi kebutuhan kedelai nasional.

“86,4 persen hingga 92 persen kedelai kita ketergantungan pasokan impor. Itu kan namanya “menyerahkan diri”, dalam bahasa jawa “pasrah bongkokan”. Swasembada adalah jalan terbaiknya, agar urusan tempe tahu ini tidak terjadi terus berulang-ulang setiap tahun, karena ketergantungan impor,” ujar Ananta Wahana, di Tangerang, Minggu (27/2).

Baca: Sudin Ikuti Panen Raya Padi MSP & Beri Bantuan Alsintan

Menurut Ananta, beberapa hal menyebabkan Indonesia harus mengimpor kedelai, yaitu produksi dalam negeri yang rendah. Bahan dalam satu dekade terakhir, produksi kedelai nasional cenderung turun dari 907 ribu ton pada 2010 menjadi 424,2 ribu ton pada 2019.

Kemudian luas lahan panen kedelai terus mengalami penyusutan dari 660,8 ribu hektar di tahun 2010 menjadi tinggal 285,3 ribu hektar pada 2019.

Padahal menurut pemerintah, rata-rata kebutuhan kedelai nasional antara 2-3 juta ton per tahun. Sementara untuk memenuhi kebutuhan tersebut, setidaknya dibutuhkan lahan seluas 2,5 juta hektar.

“Hal ini juga dipengaruhi perubahan fungsi lahan ke sektor non-pertanian,” kata Ananta.

Berbagai faktor yang cukup kompleks, selain alih fungsi lahan tersebut, menurut Ananta, juga petani kurang tertarik menanam kedelai karena biaya produksi yang tinggi, harga yang tidak kompetitif dan keuntungan yang kecil.

Keuntungan pertanian kedelai per musim tanam hanya sekitar Rp 1,2 juta/hektar. Jauh dari keuntungan pertanian jagung yang mencapai sekitar Rp 4,1 juta/hektar, dan Rp 4,9 juta/hektar padi sawah per musim.

“Jadi petani kita menganggap budi daya kedelai itu tidak menguntungkan. Dan kalaupun menanam, hanya sebagai selingan saja,” ungkap Anggota DPR RI asal Dapil Banten III meliputi Tangerang Raya itu.

Selain itu, kata Ananta, teknologi pertanian negara Indonesia juga masih rendah. Sehingga berpengaruh terhadap kualitas kedelai lokal ketimbang impor. “Ini juga yang membuat mengapa perajin tempe kita lebih menyukai kedelai impor,” imbuhnya.

Baca: Gembong Dorong Subsidi Untuk Stabilkan Harga Kedelai

Kendati demikian, Ananta menganggap, bahwa kompleksitas produksi kedelai dalam negeri harus menjadi fokus pemerintah dalam melakukan swasembada kedelai, selain komoditas pertanian lainnya.

Menurut Anggota Komisi VI DPR RI itu, untuk mencapai swasembada kedelai, Indonesia memiliki lahan yang cukup luas, dan tanah yang subur. Tinggal bagaimana pemerintah bersungguh-sungguh melaksanakannya.

“Swasembada adalah jalan menuju kemandirian pangan bangsa kita. Ini persoalan ketahanan pangan. Ketergantungan kedelai impor harus segera disudahi. Tempe dan tahu adalah makanan rakyat, dan itu harus tetap ada di meja makan sampai kiamat nanti,” ujar Ananta.

Quote