Ikuti Kami

Ansy Desak Pemerintah Lebih Sigap Hadapi Corona di NTT

Pemerintah harus menyisihkan anggaran untuk mengantisipasi krisis akibat Covid-19, yang kini telah ditetapkan sebagai bencana nasional.

Ansy Desak Pemerintah Lebih Sigap Hadapi Corona di NTT
Anggota DPR RI asal NTT Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI asal NTT Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema mendesak pemerintah pusat dalam hal ini Badan Urusan Logistik (Bulog), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Sosial (Kemensos) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) segera membantu masyarakat NTT.

Pemerintah harus menyisihkan anggaran untuk mengantisipasi krisis akibat Covid-19, yang kini telah ditetapkan sebagai bencana nasional dan daerah.

Baca: Presiden Tegaskan Kebijakan "Lockdown" Wewenang Pusat

“Pemerintah harus waspada, pencegahan dampak Covid-19 harus dilakukan. Virus berbahaya ini harus ditangani serius. Aktivitas manusia, termasuk mobilitas masyarakat di NTT terhenti, berdampak pada kehidupan sosial-ekonomi. Rakyat miskin di NTT adalah pihak paling potensial terdampak pandemik dan bencana besar ini, tanpa pandemik Corona, banyak warga NTT sudah miskin. Apabila pemerintah pusat tidak turun tangan, potensi munculnya rumah tangga miskin baru di NTT terbuka lebar," ujar Ansy.

Politisi muda PDI Perjuangan meminta pemerintah melakukan aksi konkret berupa stimulus ekonomi kepada sektor informal. Pemerintah sudah memberikan dua kali stimulus masing-masing 10,3 triliun dan 22,8 triliun.

Namun stimulus ini belum berdampak di semua sektor, karena hanya menyasar sektor pariwisata. Apalagi jika opsi penutupan wilayah sementara dilakukan pemerintah untuk membatasi penyebaran Covid-19.

Kini geliat ekonomi sektor informal menjadi lesu, yang berimbas pada turunnya pendapatan para pekerja informal atau bisa jadi pemutusan hubungan kerja (PHK)

"Sebanyak 57,2 persen atau 74,2 juta pekerja Indonesia bekerja di sektor informal. Artinya tenaga kerja di Indonesia sebagian besar di sektor informal. Insentif sangat membantu untuk membeli bahan-bahan pokok. Pemberian insentif harus menyasar pada semua sektor informal yang terpukul karena perlambatan ekonomi akibat Covid-19. Tidak hanya pada sektor pariwisata. Termasuk menyiapkan anggaran untuk membantu para karyawan yang di-PHK untuk bertahan hidup sekaligus bantuan pelatihan untuk mencari pekerjaan baru setelah wabah Covid-19 mereda," papar Ansy.

Untuk konteks NTT, mantan dosen itu meminta pemerintah daerah untuk mengantisipasi lesunya aktivitas perekonomian, anjloknya sumber penghasilan harian, kelangkaan dan melambungnya harga-harga barang dan jasa (khususnya sembako).

Pemerintah provinsi perlu bekerja sama dengan Bulog untuk memastikan ketersediaan stok pangan, terutama distribusi beras secara merata ke seluruh daerah.

"Jangan sampai ada mafia pangan yang mengambil untung besar memanfaatkan kesempatan ini," tegas Ansy.

Tidak hanya dilanda dampak Corona, petani di beberapa wilayah di NTT diprediksi menderita bencana kelaparan. Minimnya curah hujan membuat petani gagal tanam.

Karena itu, bekerja sama dengan BNPB dan Kemensos, pemerintah daerah harus menyediakan dana bantuan sosial atau Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada rakyat miskin di sektor informal, seperti petani, tukang ojek, pedagang pasar tradisional dan rakyat miskin yang mengalami kesulitan karena virus dan gagal tanam.

Pemerintah harus mulai mendata calon penerima dari berbagai tingkatan: desa, kecamatan, kabupaten hingga provinsi, sehingga dana bantuan sosial yang dikeluarkan tepat sasar.

“Dana bantuan seperti ini sangat penting untuk jangka pendek. Rakyat miskin di NTT adalah pihak paling rentan terhadap krisis, bisa menjadi sangat miskin dan bisa tertular virus jika tidak disiapkan pengaman dengan baik oleh negara.” papar Ansy.

Pemerintah provinsi perlu bekerjasama dengan pemerintah daerah di Manggarai Barat, Rote, Ngada dan Sumba untuk menghimbau pelaku-pelaku usaha pariwisata, hotel, resort, operator dive dan pekerja sektor jasa lainnya untuk tetap memberikan gaji kepada karyawan. Jangan sepihak memecat karyawan karena alasan krisis.

Baca: Pertimbangkan Ekonomi, Surabaya Belum Perlu "Lockdown"

Sektor pariwisata dan pelaku pariwisata harus berani berkorban demi membantu mengurangi beban negara agar keluar dari krisis. Kemanusiaan harus menjadi prinsip etis utama para pelaku bisnis pariwisata.

“Pemerintah daerah harus menghimbau pelaku pariwisata agar tidak semena-mena merumahkan karyawan atau tidak memberikan upah kepada karyawan. Ini harus menjadi catatan. Yang penting pasca krisis, pemerintah provinsi dan pemerintah daerah wajib memberikan insentif berupa keringanan pajak kepada pelaku usaha sebagai payback,” imbuh Ansy.

Quote