Tasikmalaya, Gesuri.id - Mantan Kapolda Jawa Barat (Jabar) Anton Charliyan menanggapi aksi massa yang menggeruduk Kepala Desa (Kades) Cimuncang, Majalengka, Engkus, baru-baru ini.
Aksi persekusi oleh massa itu dilatarbelakangi oleh peristiwa sebelumnya, ketika Engkus menegur keras seorang penceramah bernama Ustaz Dede Muksit yang sedang berceramah dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.
Engkus menilai ceramah Dede Muksit bermuatan adu domba.
Anton menyatakan dirinya sangat prihatin dengan kejadian persekusi tersebut.
Baca: Anton Desak Polri Harus Tuntaskan Pembunuhan Subang!
Dan, Anton menegaskan apabila benar ada seorang pemuka agama baik itu Ustaz , Kyai, Ulama, Pastur, Rahib atau siapapun juga yang berceramah didepan umum menebar kebencian, menghasut dan menjelek-jelekkan negara serta Pimpinan Negara, maka wajib ditegur dan diturunkan Dari mimbar.
"Penceramah itu juga harus diusut secara hukum, tanpa kecuali!" tegas Anton, Kamis (4/11.
"Cuma sayang, dalam peristiwa di Majalengka itu tidak jelas apakah benar Ustaz tersebut menghasut dan menebar kebencian. Ini perlu penyelidikan dan bukti-bukti yang konkrit," tambah Mantan Kapolwil Priangan itu.
Lalu, sambung Anton, harus dipastikan juga kebenaran informasi bahwa Kades tersebut cium tangan sehubungan dengan peristiwa tersebut.
"Serta kapan Tempos Delicti nya, waktu kejadiannya, belum jelas keterkaitanya. Namun jika benar-benar sudah terbukti, bahwa isi ceramah tersebut berisi hal-hal yang bernuansa intoleran, menghasut, mengadu domba, menyudutkan Pemerintah dan lainnya, kemudian karena Kadesnya menegur kemudian digeruduk oleh kelompok Garis Keras lalu ditekan agar minta maaf dan cium tangan, kami pikir ini keterlaluan," tegas Anton.
Anton menegaskan, sekecil apapun Desa dibawah pimpinan seorang Kades atau Lurah, tetap merupakan representasi dari Negara dan Pemerintahan. Menghina Kades, sambung Anton, sama dengan menghina Negara dan Pemerintahan.
"Apalagi ketika cium tangan dan minta maap tersebut dimediakan dan diviralkan, hal tersebut sama dengan melecehkan Pejabat Negara, terlepas benar atau salah," ujar Anton.
Peristiwa itu menunjukkan seolah-olah salah satu pihak memperlihatkan arogansi sebagai jagoan yang paling berkuasa, yang dengan sengaja menjatuhkan kehormatan dan harga diri seseorang tanpa mengindahkan dan menghormati bahwa yang bersangkutan adalah seorang Pejabat Negara.
Sikap demikian,tegas Anton, tidak bisa dibiarkan dan harus ditindak tegas baik secara hukum maupun secara sosial untuk membuat efek jera bahwa NKRI bukan Negara Premanisme tapi Negara Hukum.
"Sebaliknya bila Kades yang dianggap arogan, tidak harus digeruduk dan ditarik-tarik baju nya. Tinggal dilaporkan dan ditindak sesuai hukum, jangan malah diviralkan, dipermalukan, digoreng , dibuat gaduh dengan membangkitkan emosi masyarakat seakan-akan Kades menghina Ustaz, menghina Agama," tegas Anton.
Budayawan Sunda itu menilai, dalam peristiwa ini agama kembali 'dijual' dan dibenturkan dengan Negara. Hal itu, menurut Anton adalah teori basi yang selalu dijadikan sumbu pembakar.
"Tidak mugkin juga Kades menegur jika Ustaz yang tausyiah mengajarkan kedamaian dan kesejukan. Mari kita berpikir berimbang, jangan hanya ditelan ujungnya yakni menganggap terjadi 'penghinaan Ulama'," ujar Anton
Anton menegaskan, dirinya bukan tidak menghargai Ulama. Dia menyatakan dirinya sangat mencintai dan menghormati ulama, sepanjang ulama tersebut tidak provokatif, tidak mengadu domba dan tidak menghina Negara.
"Agama mana yang mengajarkan agar senantiasa gaduh, provokatif, menghina dan menyudutkan Negara dan Pemerintahan ?" ujar Anton.
Baca: Di Sumedang, Anton Serukan Pemajuan Budaya Nusantara
Anton melanjutkan, Islam yang dia tahu tidak mengajarkan untuk membuat rusuh dan gaduh. Bahkan Islam lah yang mengajarkan kesejukan dan kedamaian.
Islam, sambung Anton, juga tidak mengajarkan untuk saling menyudutkan , saling mempermalukan dan saling menghinakan.
"Justru Islam lah yang mengajarkan agar umat-umat nya saling menutup aib sesamanya. Lalu jika demikian ajaran Islam yang mana yang jadi acuan mereka-mereka yang suka membuat gaduh dan rusuh," ujar Anton.
"Marilah kita hidup berbangsa dan bernegara dengan penuh kedamaian dan kesejukan, jangan sedikit-sedikit selalu saja dibenturkan ulama dengan aparat, agama dengan Negara, agama dengan Tradisi bahkan Agama dengan Agama. Jangan sampai kita semua terjebak dengan Devide et impera masa kini, yakni hoaks, berita bohong , adu domba dan Fitnah, sehingga persatuan dan kesatuan kita luluh lantak ditelan sikap-sukap Intoleran," pungkas mantan Kadiv Humas Polri itu.