Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Selatan Muhammad Syaripuddin, menegaskan Hari Tani Nasional berakar dari lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, yang menjadi dasar penataan kepemilikan dan pemanfaatan tanah demi tercapainya keadilan sosial.
“Hari Tani Nasional bukan sekadar simbol sejarah, tetapi pengingat bahwa kedaulatan pangan, kesejahteraan rakyat, dan kemakmuran daerah sangat bergantung pada kekuatan petani serta keberlanjutan sektor pertanian,” tegasnya.
Namun, lanjut Syaripuddin, hingga kini para petani masih menghadapi banyak tantangan, mulai dari keterbatasan akses lahan, harga hasil panen yang fluktuatif, sarana produksi yang tidak merata, hingga dampak perubahan iklim terhadap musim tanam.
Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo
Menurutnya, bagi Kalimantan Selatan, Hari Tani Nasional memiliki makna strategis karena provinsi ini memiliki potensi besar di bidang pertanian dan perkebunan, mulai dari padi, jagung, sayuran, hortikultura, hingga komoditas rakyat seperti karet dan kelapa sawit.
Berdasarkan RPJMD 2025–2029, penggunaan lahan di Kalsel terbagi menjadi: Lahan pertanian bukan sawah: 2.393.823,50 hektare (perkebunan, ladang, tegalan, hutan rakyat). Lahan bukan pertanian: 1.071.021,30 hektare (permukiman, infrastruktur, pembangunan lain). Lahan sawah: 388.619,40 hektare, yang vital dalam menjaga ketahanan pangan.
“Sebagian besar lahan sudah dimanfaatkan, tetapi pengelolaan optimal masih menjadi kunci agar benar-benar memberi manfaat bagi kesejahteraan petani dan masyarakat,” ujar anggota komisi I DPRD Kalsel ini dalam rilisnya, Kamis (25/9).
Data BPS Kalsel 2023 menunjukkan sektor pertanian menyumbang 11,37 persen terhadap PDRB, menjadikannya salah satu pilar utama ekonomi daerah selain pertambangan dan industri pengolahan. Selain itu, sekitar 29,20 persen tenaga kerja di Kalsel menggantungkan hidup pada sektor pertanian.
“Ini bukti bahwa pertanian bukan hanya penting bagi ketahanan pangan, tapi juga pilar kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat,” tambah politisi PDI-P Kalsel tersebut.
Menurut Syaripuddin, membangun pertanian yang berkeadilan tidak bisa dilakukan secara parsial. Dibutuhkan kerja sama lintas sektor seperti Pemerintah daerah dan DPRD menghadirkan regulasi pro-petani serta mengawal implementasi reforma agraria.
Baca: Ganjar Harap Kepemimpinan Gibran Bisa Teruji
Selain itu, perguruan tinggi melahirkan riset dan inovasi teknologi tepat guna, mulai dari bibit unggul, irigasi hemat air, hingga digitalisasi pertanian dan kelompok tani dan organisasi masyarakat memperkuat peran kolektif petani dalam memperjuangkan hak, mengelola usaha tani, serta memperluas akses pasar.
“Petani bukan sekadar produsen pangan, tapi juga penjaga kearifan lokal, penghidup jutaan keluarga, sekaligus penopang stabilitas ekonomi daerah. Karena itu, percepatan legalisasi aset tanah, pembangunan infrastruktur irigasi dan jalan tani, serta akses permodalan murah harus menjadi prioritas utama pembangunan daerah,” jelasnya.
Di akhir pesannya, Syaripuddin mengajak seluruh pihak meneguhkan tekad untuk terus mengangkat martabat petani.
“Kesejahteraan petani adalah kunci kemandirian pangan, keadilan sosial, dan kemakmuran masyarakat Kalimantan Selatan. Selamat Hari Tani Nasional! Merdeka!” pungkasnya.