Ikuti Kami

Bonnie Triyana Soroti Tiga Hal Akan Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia

Ada tiga hal yang ia soroti dalam proyek yang menelan APBN senilai Rp9 miliar tersebut, yakni dari aspek prinsipil, prosedural & substansi.

Bonnie Triyana Soroti Tiga Hal Akan Proyek Penulisan Ulang Sejarah Indonesia
Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi X DPR RI Bonnie Triyana menyoroti proyek penulisan ulang sejarah Indonesia yang tengah dikerjakan Kementerian Kebudayaan. 

Ada tiga hal yang ia soroti dalam proyek yang menelan APBN senilai Rp9 miliar tersebut, yakni dari aspek prinsipil, prosedural, dan substansial. 

Dari aspek prinsipil, Boni mempertanyakan terkait apa hak dari negara atau mandat pemerintah untuk menulis sejarah berdasarkan versinya sendiri. Menurutnya, pascareformasi tidak ada mandat kepada negara untuk menulis sejarah berdasarkan tafsirnya sendiri.

Baca: Ganjar Beberkan Penyebab Kongres PDI Perjuangan Belum Digelar

Kemudian, dia menyoroti prosedur penulisan sejarah yang dinilai kurang memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah dan transparansi publik. Menurutnya yang seorang sejarawan, proyek ini idealnya melalui seminar dengan melibatkan banyak pihak berkompeten dan melakukan riset secara mendalam.

“Mustinya ada proses atau prosedur yang memang dilalui berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah dan transparansi publik. Bukan soal proyek ini didanai uang rakyat atau pajak tapi lebih kepada transparansi proses kepenulisannya sekaligus dan tujuan finalnya [proyek] ini  untuk apa,” kata dia dalam Diskusi Publik Menyoal Penulisan Ulang Sejarah Indonesia yang diikuti Espos melalui Zoom Meeting, Rabu (11/6/2025) malam.

Dia menambahkan dengan anggaran Rp9 miliar yang disiapkan Kementerian Kebudayaan untuk proyek ini tidak cukup bila semua proses itu dilakukan secara benar dan tidak kejar tayang. Dia membandingkan dengan proyek serupa di Belanda yang menelan anggaran sekitar Rp60 miliar dengan durasi pengerjaan empat tahun dan penelitian yang serius. 

Lalu secara substansial, politikus PDI Perjuangan ini juga menyoal ada beberapa peristiwa sejarah yang tidak ditulis dalam proyek tersebut. Ditambah, Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menyatakan sejarah ditulis dengan tone lebih positif.

"Saya yang dulu mahasiswa sejarah tampaknya belum pernah diajari metodologi penulisan genre tone positif. Tone positif itu mungkin lebih ke hagiografi yakni tulisan yang isinya berisi keberhasilan, pemujaan, dan sanjungan,” jelas dia.

Baca: Ganjar Pranowo Belum Pastikan Maju Pada Pilpres 2029

Menurut Bonnie, alih-laih membuat proyek penulisan ulang sejarah Indonesia, yang dibutuhkan saat ini adalah historiografi nasional yang sifatnya autrokritik. Di dalamnya menuliskan semua pengalaman manis dan pahit bangsa dalam mengelola negara sehingga ke depan tidak ada pengulangan karena sudah sama-sama belajar.

Terakhir pendiri majalah Historia ini meminta agar proyek ini dilakukan secara terbuka bagi masyarakat karena ini adalah proyek besar yang menyangkut identitas sebuah bangsa. Selain itu proyek ini juga tidak perlu dijalankan secara terburu-buru.

Quote