Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Darmadi Durianto, mengritisi keras lemahnya penegakan hukum di Indonesia, terutama terkait kasus-kasus korupsi yang terus terjadi.
Ia menyoroti meski banyak pelaku korupsi telah ditangkap, budaya hukum dan sosial yang ada justru masih memberi ruang nyaman bagi para koruptor.
“Banyak orang korupsi sudah ditangkap, masih ketawa-ketawa, senyum-senyum, Pak. Penegakan hukum ini banyak bermasalah kalau kita hubungkan dengan sila-sila Pancasila, jelas. Bahwa masih banyak penindasan terhadap rakyat kecil,” kata Darmadi, dikutip pada Minggu (21/9/2025).
Menurutnya, penegakan hukum di Indonesia masih belum memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.
Darmadi menilai hukum sering kali tajam ke bawah dan tumpul ke atas. “Tajam ke bawah, tumpul ke atas. Korupsi di mana-mana. Kalau orang korupsi kan bertentangan dengan Pancasila jelas, gitu kan. Tapi kan orang nggak peduli. Banyak orang korupsi sudah ditangkap, masih ketawa-ketawa, senyum-senyum, Pak. Begitu dia keluar juga dari penjara, atau dia keluar dari tahanan, dia bebas,” tegasnya.
Politisi PDI Perjuangan ini menyoroti fenomena sosial yang justru menerima kembali para koruptor setelah keluar dari tahanan.
Menurutnya, masyarakat masih memuliakan pelaku korupsi karena faktor sumbangan atau donasi yang mereka berikan. “Dia masih diterima oleh masyarakat jadi VIP, donatur, atau apa. Dia duduk di tempat terhormat. Budaya masyarakat itu masih permisif sekali. Karena nyumbangnya banyak, Pak. Dari hasil korupsi. Sebenarnya orang tahu, itu dari hasil korupsi uangnya. Tapi orang nggak peduli. Budaya permisif itu masih banyak,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa budaya permisif ini berbahaya karena dapat merusak moral masyarakat dan memperlemah efek jera terhadap pelaku korupsi. Jika masyarakat terus bersikap toleran terhadap koruptor, maka upaya pemberantasan korupsi tidak akan maksimal.
Darmadi pun mendorong pemerintah, aparat penegak hukum, serta tokoh masyarakat untuk membangun kesadaran kolektif agar kasus korupsi tidak lagi dipandang biasa.
Ia juga mengingatkan bahwa korupsi bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap nilai-nilai Pancasila.
“Korupsi itu merampas hak rakyat, terutama rakyat kecil. Kalau masyarakat terus menerima pelaku korupsi sebagai tokoh terhormat, berarti kita sedang menormalisasi kejahatan. Ini harus dihentikan,” pungkasnya.