Ikuti Kami

Darmadi Durianto: Total Utang PT KAI Capai Rp23 Triliun Jadi Pekerjaan Rumah Serius

Darmadi: Ini mau utang sampai berapa banyak lagi? Ini menjadi tantangan ke depan.

Darmadi Durianto: Total Utang PT KAI Capai Rp23 Triliun Jadi Pekerjaan Rumah Serius
Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Darmadi Durianto, menyoroti persoalan utang besar yang kini membebani PT Kereta Api Indonesia (KAI). Dalam dua tahun terakhir, total utang perusahaan pelat merah itu disebut sudah mencapai Rp23 triliun, menjadi pekerjaan rumah serius bagi Direktur Utama (Dirut) PT KAI, Bobby Rasyidin.

"Ini mau utang sampai berapa banyak lagi? Ini menjadi tantangan ke depan. Tapi saya memang melihat ada utang yang begitu besar yang harus ditanggung oleh kereta api dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung KCIC," kata Darmadi saat RDP di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (20/8/2025).

Ia mengingatkan, jangan bicara dulu soal beban utang jangka dua tahun. Hanya untuk enam bulan saja, beban keuangan PT KAI sudah mencapai Rp1,2 triliun.

"Dari beban KCIC sudah Rp950 miliar, kalau dikali dua itu sudah Rp4 triliun lebih. 2024 itu Rp3,1 triliun, tapi kalau dipakai analisis ini 2026 itu bisa sampai Rp6 triliun. Kalau itu bergeser naik terus, apa yang terjadi? Total utang bapak akan naik terus, bahkan bapak-bapak yang dari usaha-usaha lainnya itu akan tenggelam oleh bunga, oleh beban," tegasnya.

Menurut Darmadi, proyek kereta cepat sejak awal sudah bermasalah. Ia menilai, ada kejanggalan sejak tahap proposal.

"Visibility study-nya kan kalau optimistik 76 ribu penumpangnya. Kalau yang pesimis 50 ribu, sekarang baru 40-50 persen dari target, 20 ribu dari pesimis. Ya pasti mulai saat semua keuangannya maka sekarang bapak menanggung besar," ungkapnya.

Ia pun meminta Dirut KAI memutar otak agar segera melunasi beban berat tersebut. Darmadi bahkan mengingatkan, jangan berharap tantiem jika gagal menyelesaikan persoalan ini.

"Jadi apa langkah pak Dirut untuk menyelesaikan ini? Karena kalau enggak pak, bapak enggak dapat tantiem. Gaji jalan tapi tantiem enggak dapat, ya karena nanti akan tenggelam oleh beban keuangan dan ruginya KCIC," tuturnya.

Publik diketahui belum melupakan, megaproyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang digagas era Presiden Jokowi memang mewarisi utang jumbo. Kondisi itu membuat keuangan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) babak belur.

Apalagi, proyek tersebut mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) hingga US\$1,2 miliar. Dengan begitu, total biaya pembangunan membengkak menjadi US\$7,22 miliar atau sekitar Rp115,52 triliun dengan kurs Rp16.000 per dolar AS.

Alhasil, KCIC yang kini mengelola Kereta Whoosh masih harus nombok karena harus membayar cicilan utang ke China Development Bank (CDB). Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, mengungkapkan pembengkakan biaya proyek ini sangat signifikan.

Biaya pembangunan awal disepakati US\$6,02 miliar, namun melonjak menjadi US\$7,22 miliar. Dari angka itu, 75 persen dibiayai utang CDB. Total pinjaman proyek ini mencapai US\$5,415 miliar atau setara Rp81,2 triliun.

Menurut perhitungannya, bunga untuk investasi awal sebesar 2 persen per tahun, sementara utang tambahan akibat cost overrun dikenakan bunga 3,4 persen per tahun. 

"Sehingga total bunga mencapai 120,9 juta dolar AS, atau hampir Rp2 triliun per tahun," ujar Anthony.

Namun, di sisi lain, pendapatan dari penjualan tiket Kereta Whoosh masih jauh dari harapan. Pada 2024, hanya terjual 6,06 juta tiket. Dengan asumsi harga rata-rata Rp250 ribu, total pendapatan kotor hanya Rp1,5 triliun.

"Itu belum dipotong listrik, perawatan, operasional, perawatan dan lain-lainnya," ucap Anthony.

Pendapatan yang lebih rendah dibanding biaya bunga nyaris Rp2 triliun per tahun itu, membuat keuangan KCIC terancam defisit. Jika dibiarkan, KCIC dikhawatirkan harus kembali berutang besar. 

Sebagai pemegang saham mayoritas sebesar 58,53 persen, PT KAI pun ikut menanggung beban berat tersebut.

Quote