Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi XI DPR RI, Didik Haryadi, menegaskan pentingnya ketepatan sasaran dalam penyaluran subsidi energi, khususnya subsidi listrik yang disalurkan melalui PLN.
Ia menekankan bahwa subsidi harus benar-benar melindungi masyarakat kecil, bukan justru dinikmati oleh kelompok mampu.
“Subsidi ini hadir karena ada masyarakat yang tidak mampu membeli listrik dengan harga dasar PLN. Tapi jangan sampai orang yang mampu justru ikut menikmati. Subsidi harus berkeadilan, tepat sasaran, dan hanya untuk yang benar-benar membutuhkan,” ujar Didik lewat keterangannya, Sabtu (4/10).
Baca: Ansari Sambut Positif Pengesahan UU Kementerian Haji dan Umrah
Diketahui, beban subsidi energi dan non-energi sendiri semakin meningkat. Dalam beberapa tahun terakhir, angkanya mendekati 2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada 2024, alokasi subsidi listrik yang disalurkan melalui PLN ditetapkan sebesar Rp75,83 triliun, terdiri atas Rp73,24 triliun untuk subsidi berjalan ditambah kurang bayar Rp2,58 triliun dari tahun sebelumnya. Realisasi hingga akhir tahun mencapai sekitar Rp77,05 triliun.
Data Kementerian Keuangan menunjukkan mayoritas subsidi listrik tersebut dinikmati oleh rumah tangga kecil, khususnya pelanggan 450 VA dan 900 VA, yang jumlahnya mencapai 35,2 juta pelanggan. Dari total subsidi, sekitar 67 persen terserap oleh kelompok rumah tangga ini. Per Mei 2025 saja, subsidi listrik yang telah tersalur mencapai Rp34,6 triliun dengan volume 31,17 TWh.
Didik menilai, angka itu luar biasa besar dan harus dikawal ketat. “Kalau tidak tepat sasaran, maka kita hanya menambah beban fiskal negara tanpa manfaat yang dirasakan masyarakat miskin,” tegasnya.
Baca: Meneguhkan Hari Kesaktian Pancasila
Ia juga mengingatkan bahwa di Pulau Jawa saat ini terdapat surplus listrik, namun subsidi tetap membengkak. Menurutnya, kondisi ini menunjukkan perlunya evaluasi serius pada tata kelola PLN. “Ketika PLN masih surplus daya, tapi beban subsidi membesar, artinya ada masalah dalam tata kelola yang perlu diperbaiki,” jelasnya.
Selain menyoroti sasaran penerima, Didik mendorong adanya roadmap energi nasional yang jelas, termasuk investasi pada energi terbarukan murah. Menurutnya, sumber energi bersih seperti bioenergi atau panel surya mampu menghasilkan listrik dengan harga 5–6 sen per kWh, jauh lebih rendah dari biaya pembangkit fosil.
“Kalau listrik bisa diproduksi lebih murah, subsidi tidak perlu sebesar sekarang. Itu akan memastikan subsidi benar-benar sampai pada yang berhak, bukan karena harga dasar listrik yang terlalu mahal,” tandas Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.