Jakarta, Gesuri.id - DPR RI realistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini berada di angka 5,2 hingga 5,3 persen.
Proyeksi ini, menurut Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah menyesuaikan dengan memanasnya kondisi geopolitik dunia. Termasuk perang Iran dengan Israel.
“Prediksi saya, agar APBN kita di 2026 itu kredibel, sehat dan berkelanjutan, maka pertumbuhan yang ideal yang ingin dicapai di APBN nanti pada 2026, ya di batas 5,2 sampai 5,3 (persen),” kata Said saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (24/6).
Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan Pentingnya Integritas bagi Pemimpin
“Kecuali pemerintah punya pandangan baik,” lanjut dia.
Menurut Said, tantangan ekonomi Indonesia tahun depan tidak jauh berbeda dengan kondisi 2025, yakni masih diliputi ketidakpastian global yang berujung pada sikap proteksionis negara-negara besar.
“Karena memang yang kita lawan sebagaimana yang terjadi tahun ini, tahun depan pun akan sama. Musuh kita adalah ketidakpastian. Setiap negara pasti akan melakukan protek terhadap negaranya sendiri,” ujarnya.
“Karena globalisasi nampaknya kehilangan arah. Lalu lintas perdagangan sedemikian buruk. Karena ulahnya Presiden Amerika yang seperti kita alami saat ini,” tambahnya.
Di tengah tantangan itu, Said menekankan pentingnya menjaga kualitas APBN tetap sehat dan realistis.
Ia pun mengingatkan bahwa sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi, pemerintah wajib mengalokasikan 20 persen anggaran pendidikan dari total APBN, termasuk untuk jenjang SD dan SMP baik negeri maupun swasta dengan ketentuan tertentu.
“Pada satu sisi, sesuai dengan keputusan MK, SD, SMP, baik negeri maupun swasta, walaupun di swasta ada persyaratan-persyaratan, itu menjadi mandatory 20% dari APBN. Dan insyaAllah pasti berkembang,” kata dia.
Ia menyebut tambahan anggaran untuk kewajiban operasional SD-SMP tak akan terlalu membebani, sebab selama ini sekolah sudah mendapat dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Yang penting, katanya, pemerintah tinggal menghitung ulang kebutuhan riil di tiap daerah.
Baca: Ganjar Beberkan Penyebab Kongres PDI Perjuangan Belum Digelar
“Kalau dari sisi itu penambahnya tidak begitu besar. Karena faktanya SD, SMP kan sudah ada BOS. Tinggal kita akan hitung ulang utilitinya. Berapa sih kebutuhan sesungguhnya,” ujarnya.
“Walaupun kalau itu tidak mungkin dipukul rata, setiap daerah kan berbeda. Sehingga bukan isu baru soal SD, SMP wajib gratis. Itu bukan isu baru. Itu hanya penegasan dari MK karena mungkin ada swasta-swasta yang belum menerima,” imbuhnya.
Namun Said mengingatkan, apabila sekolah swasta ingin mendapat bantuan dari negara, maka harus disertai persyaratan yang jelas.