Ikuti Kami

Edy Minta Solusi Nyata Atasi Kasus Campak & Rubela di Papua Tengah

Setidaknya hingga pekan kedua Maret 2023 sudah ada 469 anak yang bergejala.

Edy Minta Solusi Nyata Atasi Kasus Campak & Rubela di Papua Tengah
Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto mengatakan pemerintah harus memikirkan solusi untuk permasalahan kasus campak dan rubella di Papua Tengah. 

Setidaknya hingga pekan kedua Maret 2023 sudah ada 469 anak yang bergejala. Angka itu meningkat dari pekan lalu pada 3 Maret 2023, tercatat sebanyak 397 anak yang bergejala. 

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengaku, munculnya kasus campak di Papua Tengah dikarenakan rendahnya cakupan imunisasi Campak dan Rubella (MR) pada 2022

Dari 469 kasus anak bergejala campak dan rubella di Papua Tengah, hanya 145 sampel yang bisa diteliti di laboratorium. Dari jumlah tersebut diketahui yang positif campak ada 48 anak dan 1 anak diketahui rubella.
Secara nasional, Kemenkes telah mencatat total kasus campak sepanjang 2022 meningkat 32 kali lipat dibanding 2021. Pada 2022 dilaporkan ada 3.342 kasus campak di 223 kab/kota di 31 provinsi. Sepanjang 2022 terdapat 12 provinsi menyatakan Kejadian Luar Biasa (KLB) campak.

Baca: Edy Nilai Ada Pelanggaran Hak Pasien di RSUD Ciereng

Meski kasus campak di Papua Tengah terus meningkat, baru Paniai dan Mimika yang menetapkan sebagai KLB. Status KLB ditetapkan sesuai dengan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1501/Menkes/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan.

Edy menjelaskan kepala dinas kesehatan kab/kota, kepala dinas kesehatan provinsi, atau menteri dapat menetapkan daerah dalam keadaan KLB apabila suatu daerah memenuhi salah satu kriteria yang ditetapkan. 

Penanggulangan KLB atau wabah dilakukan secara terpadu oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, serta masyarakat.Penanggulangan yang dilakukan, meliputi penyelidikan epidemiologi, penatalaksanaan penderita , pencegahan dan pengebalan, pemusnahan penyebab penyakit, penanganan kasus kematian, penyuluhan pada masyarakat, dan upaya penanggulangan lainnya.

“Itu sebabnya dalam penanganan kasus KLB ini perlu dipastikan adanya upaya terpadu dari setiap pemangku kepentingan agar penularan tidak semakin meluas. Perlu dipastikan penguatan melalui imunisasi MR,” kaya Edy.

Edy mengatakan bahwa pemerintah sebenarnya sudah mencanangkan imunisasi MR pada 2017 lalu. Namun, cakupannya memang masih belum menyeluruh.

“Secara nasional, cakupan imunisasi MR turun selama pandemi. Jika pada 2019, cakupan imunisasi MR telah mencapai 93,7 %. Lalu pada 2021 turun menjadi 84,2%. Artinya cakupan anak yang mendapatkan imunisasi MR belum maksimal,” ungkapnya, Minggu (12/3).

Lebih lanjut, Edy menyatakan vaksinasi masih menjadi cara yang ampuh untuk mencegah beberapa penyakit. Selain itu, menurut Undang-Undang Perlindungan Anak no 35 Tahun 2014 Pasal 44 Ayat (1) disebutkan pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan.

Dalam UU yang sama disebutkan juga hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin dan dilindungi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara, pemerintah, dan pemerintah daerah.

“Imunisasi merupakan hak anak agar terjaga kesehatannya. Sehingga harus diberikan. Jika ada kendala seperti tidak adanya vaksin atau distribusi sulit karena geografis yang tidak memadai, tetap harus diupayakan agar setiap anak dapat vaksin,” kata Edy.

Baca: Risma Pimpin Doa Bersama Untuk Keselamatan Bangsa di Kemensos

Edy juga mengungkapkan, pelaksanaan imunisasi sudah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Imunisasi. 

Oleh sebab itu, dia menekankan imunisasi ini amat penting untuk mencegah berbagai penyakit. Tidak hanya campak, melainkan juga polio, difteri, rubella, dan pertusis.

“Anak yang belum lengkap diimunisasi akan mudah diserang penyakit berbahaya yang dapat berakibat pada sakit berat, cacat, bahkan bisa mengancam jiwa,” tegasnya.

Menurut Edy, penguatan imunisasi juga harus segera dilakukan. Khusus untuk kasus di Papua Tengah, faktor lain yang perlu diatasi sebagai kendala cakupan yang rendah, antara lain karena akses yang sulit dijangkau serta keamanan daerah tersebut yang membuat masyarakat terkendala untuk datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.

Quote