Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan pendirian rumah sakit khusus haji Indonesia di Makkah. Menurutnya, langkah strategis ini sangat penting dilakukan demi memastikan jamaah haji mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.
Hal itu diungkapkan saat mengisi Sosialisasi Kesehatan Haji Kabupaten Grobogan yang digelar di Pendapa Kabupaten Grobogan, Minggu (5/10). Acara tersebut dihadiri calon jamaah haji 2026.
Edy Wuryanto menceritakan pengalamannya saat meninjau langsung pelayanan kesehatan jamaah haji Indonesia di Tanah Suci tahun ini. Ia menyebut, masih banyak masalah serius yang perlu segera dibenahi oleh pemerintah.
Baca: Ansari Sambut Positif Pengesahan UU Kementerian Haji dan Umrah
“Selama ibadah haji saya ikut mengamati langsung jamaah haji Indonesia. Saya turun sendiri melihat kondisi di lapangan. Banyak jamaah yang sakit, bahkan meninggal dunia. Sampai Pemerintah Arab Saudi pun sempat menyampaikan protes karena jumlah kasus kesakitan dan kematiannya cukup tinggi,” ungkap Edy.
Menurutnya, tugas pemerintah bukan hanya memberangkatkan jamaah haji, tetapi juga menjamin kesehatan mereka selama menunaikan ibadah di Tanah Suci. Karena itu, DPR RI telah memberikan tiga rekomendasi utama kepada pemerintah untuk memperbaiki sistem pelayanan kesehatan haji mulai tahun 2026 mendatang.
Pertama, pemerintah diminta memperketat pemeriksaan dan skrining kesehatan calon jamaah haji, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi atau memiliki penyakit kronis.
“Kita harus tegas terhadap jamaah dengan kondisi kesehatan yang membahayakan. Pemeriksaan harus benar-benar dilakukan dengan serius, agar angka kesakitan dan kematian jamaah bisa ditekan,” ujarnya.
Kedua, lanjut Edy, pemerintah harus memperbaiki kualitas dan kompetensi tenaga kesehatan haji. Ia menilai, masih banyak tenaga kesehatan yang diberangkatkan tanpa pengalaman lapangan atau pelatihan khusus terkait pelayanan di Arab Saudi.
“Mereka harus mengikuti pelatihan dan pembekalan yang sesuai, termasuk simulasi penanganan kasus di lapangan. Karena sering kali ketika ada jamaah sakit atau butuh tindakan medis lanjutan, penanganannya tidak maksimal,” jelasnya.
Ketiga, Edy menyoroti keberadaan klinik kesehatan haji Indonesia di Makkah yang selama ini belum dapat beroperasi secara penuh karena terkendala perizinan dari Pemerintah Arab Saudi.
“Klinik kita selama ini menggunakan bangunan hotel, sehingga dianggap tidak memenuhi standar kesehatan. Misalnya ventilasi, struktur bangunan, hingga sistem pengelolaannya tidak sesuai aturan Saudi,” tuturnya.
DPR RI, kata Edy, sudah mengusulkan agar pemerintah segera mengurus izin resmi pendirian klinik atau fasilitas kesehatan permanen di Makkah.
“Idealnya, sebelum jamaah dibawa ke rumah sakit Arab Saudi, bisa dirujuk dulu ke fasilitas milik Indonesia yang lebih siap. Begitu juga sebaliknya, jamaah yang baru pulih dari rumah sakit bisa ditangani sementara di sana,” terangnya.
Baca: Meneguhkan Hari Kesaktian Pancasila
Lebih jauh, Edy menegaskan bahwa untuk jangka panjang, Indonesia sudah seharusnya memiliki rumah sakit khusus haji di Makkah. Fasilitas ini diharapkan menjadi pusat rujukan bagi jamaah Indonesia dengan pelayanan medis yang sesuai kebutuhan dan budaya jamaah tanah air.
“Kalau kita punya rumah sakit sendiri, semua bisa lebih tertangani. Tidak perlu repot dengan perbedaan bahasa, sistem, atau prosedur yang sering menghambat pelayanan di rumah sakit setempat,” tegasnya.
Ia menambahkan, keberadaan rumah sakit tersebut bukan hanya soal pelayanan kesehatan, tetapi juga bentuk kehadiran negara dalam melindungi warganya di luar negeri.
“Jangan sampai jamaah kita terabaikan di negeri orang hanya karena sistem kita belum siap. Ini tanggung jawab bersama, pemerintah harus serius menindaklanjuti,” pungkas Edy.