Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi XI DPR RI, Harris Turino, meragukan pelebaran defisit APBN 2025 yang diproyeksi pemerintah dari semula Rp616,2 triliun menjadi Rp662 triliun.
Menurutnya, pembengkakan defisit tersebut bisa saja lebih besar lagi, jika melihat porsinya yang sudah mencapai 2,7% terhadap PDB.
“Apakah Ibu (Menteri Keuangan) kemudian yakin bahwa Rp661 triliun defisit ini memang tidak akan lebih tinggi lagi? Karena di angka ini sudah mendekati 2,7% dari GDP,” ujar Harris kepada Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Kerja Komisi XI yang berlangsung di Gedung Parlemen, Kamis (3/7).
Baca: Evita Nursanty Ingin Temui Nusron Wahid
Harris juga menyorot pengajuan penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) APBN 2024 sebesar Rp85,6 triliun dari pemerintah, yang sudah disetujui oleh Badan Anggaran (Banggar) DPR, untuk menambal pelebaran defisit yang terjadi. Jika realisasi defisit nyatanya lebih besar dari proyeksi baru, Harris mempertanyakan bagaimana pemerintah akan mengatasi hal tersebut.
Lebih lanjut, dirinya juga menilai bahwa upaya efisiensi sebesar Rp300 triliun yang dilakukan oleh pemerintah nampak tidak terbukti jika dicermati lebih jauh.
“Kalau kita cermati lebih teliti kan ada Inpress/1 2025 yang bicara soal efisiensi Rp300 triliun. Tapi kalau dilihat dari sini, belanja negaranya dari Rp3.621 triliun ternyata Rp3.527 triliun, jadi tidak ada efisiensi Rp300 triliun di sini. Efisiensinya di mana?” tanya Harris.
Menanggapi pertanyaan yang dilontarkan, Menkeu Sri mengatakan selain penggunaan SAL, pemerintah akan mencoba solusi lain di antaranya pinjaman multilateral, bilateral, serta pendanaan dari pasar obligasi pemerintah.
Baca: Benhur Watubun Imbau Masyarakat Waspadai Kondisi Cuaca Ekstrem
“Tentu di dalam pendanaan defisit kita akan terus melihat kondisi dari bond market di dalam negeri dan luar negeri, karena itu sangat penting. Dan juga melakukan pendanaan dari pasar obligasi pemerintah, terutama di level retail karena mereka biasanya lebih stabil,” papar bendahara negara.
Terpisah, Peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky mengatakan, pelebaran kembali defisit APBN 2025 dari proyeksi baru yang dimiliki pemerintah mungkin saja terjadi. Hal tersebut, menurutnya dilatarbelakangi oleh kondisi global yang saat ini akan semakin sulit diprediksi.
“Pelebaran defisit ini juga salah satunya dipengaruhi oleh nilai impor yang semakin mahal, depresiasi nilai tukar akibat tensi geopolitik global, potensi tarif dari Trump, dan seterusnya,” imbuh Riefky kepada Validnews.