Ikuti Kami

I Wayan Sudirta: Kemerdekaan Berekspresi di Era Digital Kerap Jadi Penjajahan Nilai 

Kemerdekaan berekspresi di era digital memang membuka peluang besar.

I Wayan Sudirta: Kemerdekaan Berekspresi di Era Digital Kerap Jadi Penjajahan Nilai 
Anggota Komisi lll DPR RI I Wayan Sudirta.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi lll DPR RI I Wayan Sudirta mengingatkan di usia kemerdekaan Indonesia yang ke-80 tahun, bangsa ini tidak hanya harus merdeka secara fisik, tetapi juga bebas dari penjajahan mental dan spiritual. 

Ia menekankan relevansi pandangan Bung Karno terhadap tantangan bangsa di era digital saat ini.

“Menurut Bung Karno, kemerdekaan sejati tidak hanya berarti terbebas dari penjajah, tetapi juga merdeka dari segala bentuk penjajahan mental dan spiritual,” kata I Wayan Sudirta, pada Rabu (13/8/2025).

I Wayan menilai, kemerdekaan berekspresi di era digital memang membuka peluang besar, tetapi ironisnya, ruang digital justru kerap menjadi arena baru bagi penjajahan nilai. 

Algoritma dan platform media sosial, yang seharusnya menjadi alat pemersatu, kini sering kali menjadi lahan subur bagi penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan provokasi yang memecah belah bangsa. Tanpa kedewasaan moral, kemerdekaan informasi justru menjadi bumerang yang mengancam persatuan.

Ia mengingatkan bahwa media sosial memberi kebebasan bersuara, namun seringkali disalahgunakan. Polarisasi politik, perang komentar, dan cancel culture telah menjadi fenomena sehari-hari. Kondisi ini, kata dia, menunjukkan bahwa ruang digital bisa menjadi arena baru bagi penjajahan nilai dan disorientasi identitas.

Lebih lanjut, I Wayan menegaskan pentingnya menjadikan Pancasila sebagai kompas moral di tengah kebingungan digital. 

Menurutnya, sila pertama dan kedua mengajarkan bahwa kebebasan harus dijalankan dengan nilai kebenaran dan kemanusiaan. Sila ketiga menuntut persatuan, sedangkan sila keempat dan kelima mendorong diskusi demokratis dan perjuangan keadilan.

“Jika dipahami secara substansial, Pancasila bisa menjadi antivirus dari penyakit digital yang menggerogoti semangat kebangsaan kita,” tegasnya.

Selain itu, I Wayan menggarisbawahi peran kearifan lokal sebagai benteng ketahanan bangsa. Filosofi seperti Tri Hita Karana dan Menyama Braya di Bali menjadi contoh bagaimana nilai lokal mampu menjaga harmoni di tengah gempuran budaya luar.

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Tetapi bangsa yang besar juga adalah bangsa yang mampu meneruskan semangat para pahlawan itu dalam konteks zamannya—termasuk di zaman digital ini,” ujarnya mengutip Bung Karno.

I Wayan menutup dengan ajakan agar api kemerdekaan terus menyala, baik di dunia nyata maupun di ruang digital, dengan literasi, etika, dan semangat kebangsaan sebagai senjata utama.

Quote