Ikuti Kami

Komarudin Watubun: Penempatan Pasukan di Tanah Papua Lakukan dengan Aman dan Nyaman

Hal itu menanggapi meningkatnya penempatan pasukan militer nonorganik di Papua Tengah yang dinilai memicu trauma dan keresahan warga sipil.

Komarudin Watubun: Penempatan Pasukan di Tanah Papua Lakukan dengan Aman dan Nyaman
Anggota Komisi II DPR RI, Komarudin Watubun.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi II DPR RI, Komarudin Watubun, menegaskan akan menyampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto agar penempatan pasukan di Tanah Papua dilakukan dengan cara yang menjamin rasa aman dan nyaman bagi masyarakat, bukan menimbulkan ketakutan atau dendam.

Pernyataan itu menanggapi meningkatnya penempatan pasukan militer nonorganik di Papua Tengah yang dinilai memicu trauma dan keresahan warga sipil.

Menurutnya Papua memiliki daerah sangat luas, sehingga pemecahan (pemekaran) Papua menjadi beberapa provinsi, dilakukan agar ada terjadi pemerataan pembangunan dan percepatan pembangunan di Tanah Papua. Tapi konflik kekerasan bersenjata terus berjalan.

“Itulah resiko di Papua Tengah ini karena banyak daerah tambang, itu kan selalu ada perusahaan. Jadi dia bisa bawa manfaat, keberuntungan tapi dia bisa bawah malapetaka juga,” katanya di Nabire, Rabu (6/11/2025).

Komarudin Watubun mengatakan pihaknya selalu mengingatkan pemerintah pusat saat penambahan pasukan jangan dilakukan berulang-ulang.

“Drop pasukan bikin orang takut tetapi itu sama saja dengan menunda sakit hati, menunda rasa dendam orang. Karena suatu waktu dia bisa meledak lagi. Sama dengan waktu Daerah Operasi militer di Papua saat itu puluhan tahun orang dibungkam, lalu tahun 1998 meledak. Begini jangan diulangi lagi,” ujar anggota DPR RI itu.

Sebelumnya, Ketua Komnas HAM RI  Anis Hidayah menyoroti krisis kemanusiaan yang dialami lebih dari 9.000 pengungsi di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, akibat eskalasi konflik bersenjata yang telah berlangsung hampir sembilan bulan pada Kamis (16/10/2025). Komnas HAM mendesak penarikan bertahap pasukan non-organik dan mendorong dialog kemanusiaan agar warga dapat kembali ke kampung halamannya dengan aman.

“Ini luar biasa, karena dari sisi statistik tampaknya ini paling besar, karena 9.261 orang yang ada di tenda-tenda dan 61 ribu orang lebih yang terdampak dari pengungsian. Ini sudah berjalan cukup lama, hampir 9 bulan dan kondisi pengungsi juga sangat memprihatinkan,” kata Anis Hidayah di Nabire.

Anis Hidayah mengatakan dalam kunjungan Komnas HAM RI selama sepekan, mereka menemukan banyak pengungsi yang sakit, tidak ada layanan khusus untuk perempuan, anak-anak. Para pengungsi mengalami trauma dan sangat ingin kembali ke kampung halamannya tetapi di sisi yang lain mereka juga trauma karena pos-pos keamanan non-organik yang dibentuk di beberapa checkpoint di kampung-kampung.

“Dalam pertemuan dengan masyarakat pengungsi di Ilaga, di Gome, mereka menyampaikan ingin kembali. Tetapi mereka meminta agar pasukan non-organik yang ada di beberapa titik-titik checkpoint di puncak diminta ditarik secara bertahap, secara terukur, sehingga masyarakat merasa aman untuk kembali ke kampung halamannya,” katanya.

Quote