Ikuti Kami

Koster Tegaskan Bali Tidak Membutuhkan Ormas

Kehadiran ormas di Bali tidak ada manfaatnya untuk pariwisata Bali, karena itu ormas tidak boleh ada di Bali.

Koster Tegaskan Bali Tidak Membutuhkan Ormas
Gubernur Bali I Wayan Koster.

Jakarta, Gesuri.id - Gubernur Bali I Wayan Koster dengan tegas menyatakan Bali tidak membutuhkan organisasi kemasyarakat (ormas). 

Hal tersebut disampaikannya setelah beredarnya video ormas Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) pimpinan Hercules Rosario de Marshal, dan NTT Bersatu Bali mendeklarasikan diri di Bali.

"Bali tidak membutuhkan ormas macam ini," ujar Wayan Koster melalui pesan singkat Whatapp yang diterima Media Indonesia pada, Minggu (4/5).

Baca: Ganjar Pranowo Belum Pastikan Maju Pada Pilpres 2029

Menurut Koster, kehadiran ormas di Bali tidak ada manfaatnya untuk pariwisata Bali, karena itu ormas tidak boleh ada di Bali.

"Apa manfaatnya?," katanya.

Ketika Gubernur Wayan Koster menerbitkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa Adat di Bali, gelombang suara sumbang langsung bermunculan. Isunya macam-macam, mulai dari tudingan politisasi desa adat, kekhawatiran akan eksklusivitas, hingga ketakutan bahwa Bali akan menjadi tertutup bagi pihak luar. Namun, waktu membuktikan bahwa regulasi ini adalah langkah antisipatif yang efektif

Perda ini tidak sekadar mengatur struktur dan kelembagaan desa adat, melainkan juga secara tegas memperkuat peran pecalang sebagai aparat keamanan berbasis kearifan lokal. Dalam Pasal 11 ayat (1) huruf h, disebutkan secara eksplisit bahwa Desa Adat memiliki kewenangan menyelenggarakan ketertiban masyarakat melalui satuan pengamanan adat yaitu pecalang. 

Ini berarti, pecalang kini memiliki pijakan hukum yang kuat untuk berperan aktif menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah adatnya, tanpa harus tunduk pada tekanan ormas luar yang kerap membawa konflik horizontal.

Baca: Ganjar Ingatkan Tak Boleh Ada Matahari Kembar 

Saat ribuan pecalang dikumpulkan dalam pertemuan akbar beberapa waktu lalu, reaksi negatif kembali muncul. Padahal pertemuan itu merupakan bentuk konsolidasi penguatan peran mereka, agar Bali punya sistem keamanan sosial berbasis budaya yang kokoh. Terlebih lagi, ketika ormas-ormas dari luar Bali mulai terlihat ingin mengambil peran dalam pengamanan lokal, langkah Koster melalui Perda ini menjadi sangat penting.

Alih-alih membiarkan Bali jadi ajang eksperimen ormas luar yang belum tentu memahami nilai-nilai lokal, Koster mengunci pintu dari dalam, memperkuat desa adat, memberi ruang dan legitimasi penuh bagi pecalang, serta mengembalikan sistem keamanan ke tangan masyarakat Bali sendiri.

Kini, Bali punya mekanisme pertahanan sosial yang tidak bergantung pada kekuatan luar. Pecalang yang dulunya hanya simbol adat saat upacara, kini menjadi garda depan keamanan berbasis budaya. Semua itu tidak akan terjadi tanpa adanya Perda yang visioner dan berani.

Quote