Ikuti Kami

Kota Santet Ini Jadi Kota Festival Berkat Azwar Anas

“Bahwa menjadi pemimpin perlu memiliki skala prioritas. Kita harus melihat isu strategis mana yang perlu kita sikapi sesuai".

Kota Santet Ini Jadi Kota Festival Berkat Azwar Anas
Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi periode 2010 sampai 2020.

Batu, Gesuri.id - Tragedi pembantaian seratusan dukun santet pada 1998 di Banyuwangi membuat daerah tersebut lekat dengan julukan “kota santet”. Namun, kini, Banyuwangi menjadi “Kota Festival” seiring berbagai kebijakan dilaksanakan pemkab selama 10 tahun kepemimpinan Bupati Abdullah Azwar. Bagaimana bisa?

Baca: MUI Haramkan Ucap Natal, EGP! Rakyat Tetap Dukung Jokowi

Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi periode 2010 sampai 2020, kepada seratusan kader PDI Perjuangan peserta Pendidikan Kader Madya di sekolah partai Wisma Perjuangan, Kota Batu, membeberkan berbagai kebijakan yang ia laksanakan selama satu dasa warsa memimpin Banyuwangi.

Mengawali materinya berjudul “Best Practices Kebijakan Pemda”, Azwar Anas mengatakan, kunci utama dalam kepemimpinannya ialah kemampuan memotret isu strategis sesuai arahan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri.

“Bahwa menjadi pemimpin perlu memiliki skala prioritas. Kita harus melihat isu strategis mana yang perlu kita sikapi sesuai dengan keterbatasan yang dimiliki,” kata Azwar Anas melalui sambungan internet, Sabtu (11/12).

Menurutnya, ada sejumlah keterbatasan saat dirinya menjabat bupati. Antara lain persoalan minimnya keuangan daerah Banyuwangi, sumber daya manusia, dan kewenangan yang tidak dimiliki daerah.

Karena itu, Azwar Anas berfokus pada pengembangan pariwisata kota. Melalui program Banyuwangi Festival, berbagai sektor kehidupan masyarakat Banyuwangi didorong agar berkembang pesat.

“Kita siapkan program yang valuenya cepat dirasakan masyarakat, sehingga terpilihlah program Banyuwangi Festival. Dari sini warga Banyuwangi tidak perlu menunggu lama untuk menikmati hasil kerja sama sinergi Pemkab Banyuwangi dengan seluruh elemen daerah,” ungkapnya.

Bukan hanya sekadar pengembangan pariwisata, tetapi Banyuwangi Festival menjadi alat untuk konsolidasi budaya sekaligus konsolidasi infrastruktur.

Baca: Menggugat Keputusan Megawati, Bentuk Pelanggaran Tertinggi 

“Dari Banyuwangi Festival, setiap malam ada gelar pementasan budaya. Kita beri panggung bagi pelaku seni untuk tampil di atas panggung. Hasilnya, masyarakat mendapatkan hiburan, ada panggung kesenian, serta turut bergeraknya pelaku ekonomi di bidang kesenian,” jelasnya.

Hadirnya Banyuwangi Festival terbukti membawa dampak positif. Sejak tahun 2012 dengan 12 festival, saat ini mencapai 123 festival. Sehingga stigma negatif Banyuwangi ‘Kota Santet’ kini berubah menjadi ‘Kota Festival’.

“Berdasarkan data terakhir 2019, Banyuwangi sebagai wilayah kabupaten berhasil mencapai 51,80 juta rupiah pada pendapatan perkapita tahunannya, berhasil melampaui Jember, Lumajang, Situbondo, hingga Bondowoso, serta sejumlah daerah lainnya,” pungkasnya. Dilansir dari pdiperjuanganjatim.

Quote