Jakarta, Gesuri.id - Komisi VI DPR RI menilai upaya PT Pertamina Patra Niaga untuk memperbaiki kualitas bahan bakar minyak (BBM) perseroan membingungkan.
Komisi yang mengurusi perusahaan pelat merah itu menganggap Pertamina gagal memperbaiki kualitas BBM yang tercermin dari ramainya keluhan masyarakat sejak awal tahun ini.
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Mufti Anam, membeberkan sebagian masyarakat belakangan beralih membeli BBM di jaringan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta selepas kasus ‘Pertamax oplosan’ yang melibatkan petinggi Pertamina akhir Februari lalu.
Hanya saja, Anam menambahkan, stok BBM SPBU swasta kosong imbas aturan impor yang ditetapkan Kementerian ESDM.
Konsekuensinya, kata Anam, masyarakat mesti kembali membeli BBM dari Pertamina. Belakangan, menurut dia, terdapat laporan ihwal kualitas BBM Pertamina yang rendah.
“Rakyat kami kemarin ketika BBM kita tidak berkualitas, mereka mencoba membeli ke swasta, ke Shell, ke BP. Tapi kemudian Shell, BP hari ini juga kemudian mereka tidak bisa berjualan secara bebas karena kuotanya dibatasi dan sebagainya,” kata Mufti dalam rapat dengan pendapat (RDP) Komisi VI dengan Pertamina, Rabu (19/11/2025).
“Dalam kacamata kami bahwa evaluasi produk BBM yang disampaikan tadi masih cukup ambigu begitu,” tegas Mufti.
Lebih lanjut, dia mencatat terdapat sejumlah peristiwa besar terkait dengan rendahnya kualitas BBM Pertamina. Pada Maret 2025, kata Mufti, terdapat ribuan kendaraan di Kalimantan Timur yang mengalami masalah usai mengisi BBM Pertamina.
Menurut Mufti, sebagian masyarakat sempat dijanjikan diberikan kompensasi oleh Pertamina namun beberapa di antaranya hingga kini tak kunjung menerima kompensasi yang dijanjikan.
“Pak Ega masih ingat saat itu masih jadi Plt. Kami sampaikan keluhan soal masyarakat di Kaltim, yang dekat dengan pusat kilang. Ternyata di sana banyak sekali ribuan motor mogok, ribuan mobil mogok, yang saat itu juga kami minta perbaikan, janjinya akan ada perbaikan,” ucap dia.
Kemudian, Mufti mencatat pada akhir Oktober 2025 terdapat 290 masyarakat yang mengadu ke Pertamina terkait dengan kualitas BBM Pertalite. Menurut Mufti, banyak masyarakat yang mengeluhkan BBM yang dibeli tercampur dengan air sehingga membuat kendaraan rusak.
“Dari 290 itu orang yang mau meluangkan waktu untuk buat laporan Pak. Tapi kalau kita lihat di media sosial, di media-media mainstream, banyak sekali, bahkan ribuan, yang dengan kacamata telanjang saja kita bisa membandingkan bahwa BBM kita ini ternyata banyak mengandung zat-zat lain seperti air dan sebagainya,” tegas dia.
Dalam kesempatan itu, Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga (PPN) Mars Ega Legowo memaparkan langkah evaluasi dan perbaikan yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas BBM Pertamina.
Ega mengklaim Pertamina sudah melakukan penguatan pengendalian mutu di seluruh rantai pasok BBM. Dia menjelaskan, BBM yang diterima PPN berasal dari PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) dan impor.
“Pengawasan dilakukan secara berlapis mulai dari proses produksi kilang, sertifikasi laboratorium, pemeriksaan mutu di terminal BBM, pengawasan di mobil tangki, hingga pengecekan kondisi produk di SPBU,” ucap Ega.
Selain itu, Ega mengatakan Pertamina rutin menguji mutu bahan bakar agar sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan pemerintah dan beberapa di antaranya dilakukan oleh independent surveyor.
Di sisi operasional, lanjut Ega, Pertamina juga memperkuat sistem digitalisasi rantai pasok mulai dari sistem digitalisasi di terminal BBM, mobil tangki, hingga layanan SPBU lainnya. Dia mengklaim langkah ini dapat memonitor proses distribusi dan operasional secara real time.
Dia juga memaparkan sejumlah program penguatan pengendalian mutu di jaringan SPBU Pertamina. Antara lain; penguatan standar operasional prosedur pengecekan kualitas BBM di SPBU sesuai pedoman, program pemantauan SPBU, pemantauan khusus yang dilakukan tim internal, hingga menggandeng pihak eksternal untuk melakukan pengawasan mutu
“Selain itu, kami juga bekerja sama dengan Lemigas untuk melakukan pengawasan mutu dan juga dilakukan audit eksternal yang saat ini kita bekerja sama dengan Intertek,” ujar Ega.
Sebagai catatan, kasus dugaan pengoplosan BBM jenis Pertamax oleh PPN telah memicu perhatian luas dari masyarakat dan berbagai pihak.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan dalam periode 2018—2023, terjadi praktik pengoplosan Pertalite (RON 90) menjadi Pertamax (RON 92) di fasilitas penyimpanan atau depo milik Pertamina.
Pengungkapan kasus ini memicu reaksi keras dari masyarakat. Banyak yang menuntut transparansi dan akuntabilitas dari Pertamina serta pihak terkait lainnya. Akibat kasus ini, terlihat indikasi konsumsi masyarakat yang beralih ke penyedia BBM swasta lain.

















































































