Ikuti Kami

Pdt SAE Nababan, Tokoh Reformasi Indonesia Itu Berpulang

SAE termasuk salah satu inisiator untuk mempertemukan tokoh dan kelompok reformasi yang akhirnya melahirkan Deklarasi Ciganjur.

Pdt SAE Nababan, Tokoh Reformasi Indonesia Itu Berpulang
Pdt. Dr. Soritua Albert Ernst (SAE) Nababan, LID. (Foto: Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Telah berpulang pada kemuliaan surgawi. Pdt. Dr. Soritua Albert Ernst (SAE) Nababan, LID. Kabar duka disampaikan pada Sabtu (8/5), pukul 16.18 WIB. Pdt. SAE meninggal menjelang usianya ke-88 tahun, setelah menjalani perawatan intensif di RS Medistra, Jakarta.

Demikian dalam keterangan tertulis kepada Gesuri, Sabtu (8/5).

Baca: Ini Kenangan Deddy Sitorus Akan Sosok S.A.E Nababan

Jenazah pendeta senior dari gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) disemayamkan di Rumah Duka RSPAD, lantai 2 ruang N, Jakarta dan pemakaman akan dilakukan di kampung halaman, Siborongborong, Tapanuli Utara.

Pdt. SAE Nababan lahir pada 24 Mei 1933 di Tarutung, Tapanuli Utara. 

Ia merupakan lulusan Sekolah Tinggi Teologi Jakarta (sekarang STFT Jakarta) tahun 1956 dan pada tahun yang sama ditahbiskan menjadi pendeta. 

Setelah menjalani pelayanan sebagai pendeta pemuda di HKBP Medan, beliau kemudian menempuh studi di Universitas Ruperto Carola, Heidelberg, Jerman – lulus Doctor Theologiae pada Februari 1963.

Sejak muda, Pdt. SAE telah aktif dalam pelayanan ekumenis dan sosial kemasyarakatan. Ia pun cukup dikenal di gerakan ekumenis baik tingkat nasional, Asia maupun dunia.

Sembari dipercayakan peran sebagai anggota Parhalado Pusat HKBP, Pdt. SAE berperan cukup lama, dari 1967-1984, sebagai Sekretaris Umum Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) yang kemudian berganti nama menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI). 

Ia kemudian menjadi ketua umum di lembaga ekumenis tersebut pada 1984-1987.

SAE juga mengemban sejumlah jabatan di berbagai forum ekumenis dunia seperti Lutheran World Federation (LWF), Christian Conference of Asia (CCA), United Evangelical Mission (UEM) dan Dewan Gereja Dunia (World Council of Churches, WCC).

Bagi masyarakat Indonesia, namanya lebih dikenal saat menjadi pimpinan (Ephorus) HKBP selama 1987-1998. 

Di periode kedua kepemimpinannya (1992-1998), rezim Orde Baru melakukan intervensi pada pemilihan pimpinan HKBP, karena SAE dianggap cukup kritis menyerukan penghargaan atas kemanusiaan dan prinsip demokrasi. 

Ini memunculkan dualisme kepemimpinan di HKBP yang baru selesai setelah pemerintahan Soeharto berganti.

Baca: Ini Kenangan Budiman Usai Peristwa Kudatuli

SAE termasuk salah satu inisiator untuk mempertemukan tokoh dan kelompok reformasi yang akhirnya melahirkan Deklarasi Ciganjur dan mengamanatkan agenda reformasi Indonesia.

Sumbangsih pemikiran SAE Nababan bagi gereja dan masyarakat Indonesia terangkum dalam sejumlah khotbah dan tulisannya. 

Salah satunya dalam buku catatan perjalanan beliau bertajuk Selagi Masih Siang yang telah terbit tahun lalu.

Quote