Jakarta, Gesuri.id – Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo mengungkapkan Rumah Sakit Tanpa Dinding merupakan sebuah gagasan yang menempatkan pelayanan kesehatan langsung di tengah kehidupan warga masyarakat, seperti melalui program Satu Kampung Satu Bidan atau Satu Tenaga Kesehatan.
Menurut Hasto, kolaborasi antara Pemerintah Kota Yogyakarta dan Fakultas Kedokteran UKDW dapat diwujudkan melalui berbagai program yang bersifat aplikatif dan berdampak langsung bagi masyarakat. Salah satunya adalah program magang mahasiswa kedokteran melalui program Satu Kampung Satu Tenaga Kesehatan dengan supervisi dokter puskesmas setempat.
Dengan sinergi antara Pemerintah Kota Yogyakarta dan Fakultas Kedokteran UKDW, konsep Rumah Sakit Tanpa Dinding diharapkan dapat menjadi langkah nyata menghadirkan pelayanan kesehatan yang inklusif, humanis, dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat.
Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo
“Rumah Sakit Tanpa Dinding saya kira menjadi satu hal yang bisa kita wujudkan bersama, di mana calon-calon dokter dari UKDW bisa melakukan koasisten sebagai dokter jaga dan case manager di kampung-kampung,” ujar Hasto.
Lebih lanjut, Wali Kota menyebut terdapat tiga isu kesehatan utama yang menjadi prioritas untuk ditangani, yaitu penyakit menular (TBC dan HIV), stunting, serta kesehatan lansia, mental, dan lingkungan.
“Pelayanan kesehatan seharusnya tidak dibatasi oleh tembok. Kita harus hadir di tengah masyarakat, menjangkau mereka yang membutuhkan dan terbatas karena keadaan, seperti para lansia yang jompo ada 1.169 jumlahnya. Inilah kenapa inovasi saja tidak cukup, tapi harus ada reformasi yang mendobrak kebiasaan. Itulah mengapa Rumah Sakit Tanpa Dinding menjadi satu terobosan,” jelasnya.
Hasto menegaskan, tenaga kesehatan di era sekarang dituntut memiliki keseimbangan antara kemampuan teknis (hard skill) dan kemampuan interpersonal (soft skill) agar mampu memberikan pelayanan yang profesional sekaligus berempati.
“Sebagai dokter atau tenaga kesehatan, kita tidak cukup hanya mahir secara hard skill, tapi juga harus memiliki empati ketika menangani pasien, cara berkomunikasi, memberi rasa hormat. Hard skill dan soft skill harus dikuasai secara profisien. Seperti nanti ketika calon dokter UKDW turun ke masyarakat di kampung-kampung Kota Yogya,” pesannya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik dan Riset UKDW, Doktor Rosa Delima, menjelaskan bahwa tema Dies Natalis ke-16 Fakultas Kedokteran UKDW adalah Grounded in Virtue, Transformed with Purpose, berfokus pada penguatan moralitas dan integritas dalam dunia kedokteran.
Baca: Kisah Unik Ganjar Pranowo di Masa Kecilnya untuk Membantu Ibu
Menurutnya, semangat tersebut sejalan dengan visi Pemerintah Kota Yogyakarta dalam membangun masyarakat yang sehat, berdaya, dan beretika.
“Di usia ke-16 tahun kami telah melahirkan 805 dokter yang kini tersebar di seluruh Indonesia. Kami berkomitmen untuk terus berkontribusi nyata untuk masyarakat dengan menempatkan moralitas, etika, dan integritas sebagai pondasi,” ujarnya.
Pihaknya menambahkan, Fakultas Kedokteran UKDW juga berupaya membentuk lulusan yang tidak hanya menjadi pengikut perubahan, tetapi mampu membentuk arah perubahan itu sendiri.
“Kami ingin mencetak dokter unggul yang kompeten, berjiwa pelayanan, inovatif, menguasai teknologi tanpa kehilangan hati,” tambahnya.