Ikuti Kami

Perppu Cipta Kerja 'Kuda-kuda' Pemerintah Hadapi Resesi

Ancaman resesi dan inflasi, situasi geopolitik yang tidak menentu bahkan hingga ancaman krisis pangan dunia.

Perppu Cipta Kerja 'Kuda-kuda' Pemerintah Hadapi Resesi
Anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IX DPR, Rahmad Handoyo mengakui keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja adalah subjektifitas pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi.

Baca: Indah Rusmiati Dukung Teknologi Beras Nuswantara

Diketahui, keputusan untuk menerima atau menolak terbitnya Perppu tentang Cipta Kerja tersebut saat ini belum muncul, namun pembahasan secara mendalam masih terus dilakukan para wakil rakyat di parlemen.

Hanya saja, lanjutnya, subjektifitas pemerintah tersebut didasari oleh suatu keadaan dan kondisi objektif dimana selepas pandemi melandai ada ancaman global berupa perang Rusia versus Ukraina yang tidak berkesudahan.

Ancaman resesi dan inflasi, situasi geopolitik yang tidak menentu bahkan hingga ancaman krisis pangan dunia.

"Kita sadari bahwa Perppu ini kan sebenarnya kan subjektifitas pemerintah, subjektifitas presiden untuk mengeluarkan Perppu ini . Tapi meski subjektif namun berdasarkan objektifitas keadaan dan situasi saat ini baik global dan potensi ancaman di Indonesia," ujar Rahmad, Selasa(17/1).

Rahmad menyebut berulang kali pemerintah mengatakan tahun 2023 ada ancaman krisis dan resesi bahkan beberapa negara sudah antre menjadi pasien IMF.

"Jadi adanya Perppu Cipta Kerja merupakan bentuk pasang kuda-kuda jangan sampai terjebak perekonomian yang semakin dalam suasana geopolitik merugikan dari sisi ekonomi," ujarnya.

Politikus PDI Perjuangan ini juga mengakui memang terbitnya Perppu tidak bisa menyenangkan banyak pihak.

Kata dia ada saja pihak-pihak yang menolak terbitnya aturan tersebut.

"Jangankan Perppu dalam pengesahan sebuah undang-undang saja yang melibatkan banyak stakeholder saja tidak menyenangkan semua pihak, apalagi Perppu ini subjektifitas pemerintah. Sehingga pro dan kontra bisa dipahami," ujarnya.

Karena muncul pro dan kontra itulah kata Rahmad semua pihak harus dilibatkan dalam membentuk peraturan turunan dari Perppu Cipta Kerja apabila nanti DPR secara kelembagaan menerima.

Pelibatan semua pihak tersebut menurutnya agar gelombang penolakan bisa diminimalisir dan tidak gaduh.

Baca: Rifqinizamy Minta Kementerian ATR Bekerja ’Out of The Box’

"Nah ketika menyusun peraturan turunan dalam bentuk peraturan pemerintah entah terkait apa dan bagaimana soal alih daya misalnya apa yang disetujui apa yang tidak disetujui apa yang diizinkan apa yang tidak diizinkan saya kira itu harus dilibatkan semua stakeholder kita baik buruh, akademisi sehingga penolakan bisa dieliminir ," ujar Rahmad.

Lalu kalau hal tersebut dilakukan masih tetap ada penolakan kata Rahmad negara sudah menyiapkan lembaga hukum yakni Mahkamah Konstitusi(MK) sebagai upaya langkah hukum terakhir terakit penerbitan Perppu Cipta Kerja.

"Tentu saya sebagai anggota komisi 9 apa yang disampaikan pemerintah kami selaku bagian dari parlemen bisa memahami semua pihak ada pro dan kontra apa yang disampaikan pemerintah kita tetap gunakan kepentingan nasional yang menolak atau menyetujui kita optimalkan dengan sedemikian baik bahwa jika masih ada ruang penolakan itu dimana ya di MK," ujar Rahmad.

Quote