Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI Komisi VII Fraksi PDI Perjuangan Putra Nababan mengingatkan pentingnya pemerintah memiliki focus keberpihakan kepada UMKM bagi penyerapan industri hilir berbasis Sumber Daya Alam (SDA) hayati sesuai RPJMN 2025-2029.
"Di tahun 2026 ini, Kementerian Perindustrian mengalokasikan anggaran Rp 729,5 miliar untuk program nilai tambah dan daya saing industri termasuk tambahan anggaran sebesar Rp 113 miliar untuk hilirisasi. Jadi sudah sewajarnya jika fokus pagu anggaran adalah untuk mendukung keberpihakan rakyat," kata Putra Nababan dalam Raker dengan Kementerian Perindustrian, awal September di Senayan Jakarta.
Berdasarkan pada Pasal 33 UUD 1945 telah mengamanatkan bahwa bumi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dalam konteks hilirisasi industri maka harus diutamakan program yang berpihak kepada peran UMKM sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Ini dulu yang harus menjadi consensus bersama dengan pemerintah.
Putra menyebutkan bahwa fakta selama ini hilirisasi masih menyasar sektor korporasi usaha besar daripada menyasar usaha kecil. Data Apindo menyebutkan hanya 7% usaha kecil yang terhubung dengan rantai pasok domestik dan baru 4,1 % yang mampu menembus global value chain dari populasi 66 juta usaha mikro kecil dan menengah.
Apalagi kalau dibandingkan dengan negara lain. Jumlah UMKM yang terlibat dalam rantai pasok industri sangat rendah. Singapura saja mencapai 41% partisipasi UMKM, Thailand sudah mencapai 29% dan Vietnam sebesar 24% partisipasi UMKM.
"Jumlah partisipasi UMKM sebagai rantai pasok industri itu sekitar 4.600 an UMKM dari total populasi mencapai 66 juta UMKM. Ini masih jauh sekali dari tataran ideal," tandasnya.
Karena itu sudah selayaknya jika kemudian pemerintah benar-benar harus menunjukan keberpihakannya kepada UMKM melalui peningkatan kapasitas skill, kemampuan berinovasi, menciptakan produk unggulan hinga kesempatan menjadi rantai pasok industri. Jadi tidak selalu berpihak kepada sektor korporasi besar.
Selain itu untuk agar program kemitraan industri hilir bisa optimal maka perlu dukungan regulasi seperti alokasi produk jasa UMKM dalam produk turunan, dukungan pembiayaan, fasilitasi UMKM dengan mitra besar, fasilitasi pelatihan digital dan pendampingan usaha, insentif hilirisasi UMKM keringanan pajak, subsidi bunga, bantuan teknis, standardisasi sertifikat oleh BSN dan sebagainya.
Ujungnya adalah UMKM menjadi mitra industri hilir yang kemudian bisa menyerap tenaga kerja local dari lulusan vokasi dan pendidikan tinggi vokasi secara optimal sehingga kesejahteraan rakyat bisa meningkat.
Adapun peran UMKM pada industri hilir berbasis SDA Hayati pada peningkatan nilai tambah berfokus kepada kelapa sawit, kelapa dan rumput laut. Produk turunan sawit seperti minyak goreng, sabun, kosmetika dan biodiesel dapat meningkatkan pendapatan UMKM termasuk membuka lapangan kerja baru di wilayah penghasil sawit yang luar biasa.
Selanjutnya produk turunan kelapa seperti santan, minyak kelapa murni, nata de coco dan briket arang jika diserap oleh UMKM dapat menggerakan ekonomi rakyat karena produk itu punya permintaan tinggi di pasar. Termasuk pula olahan rumput laut seperti untuk bahan baku industri farmasi, produk makanan dan minuman juga dapat meningkatkan pendapatan.
"Nah kalau tadi kita mengutip terkait dengan keberpihakan itu diatur juga oleh Pasal 81 PP No 7 Tahun 2021 dan Pasal 97 UU Ciptaker menyebutkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan paling sedikit 40% produk jasa UMKM dari hasil produksi dalam negeri untuk UMKM," katanya.
Untuk itu, Putra mengatakan Raker dengan Kementerian Perindustrian adalah tidak hanya mendukung pemerintah mendapat tambahan anggaran melainkan juga ada kewajiban secara konstitusional untuk mengingatkan kepada mitra agar program itu betul-betul berpihak kepada rakyat.
"Jadi angka yang menembus rantai pasok itu tidak lagi 7 %. tapi ada peningkatan 10 % 15 % dari 66 juta UMKM," katanya.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyepakati masukan atau pandangan yang diberikan oleh Anggota Komisi VII Putra Nababan dalam Raker tersebut.
Menurutnya semua sudah ada di dalam pemikiran pemerintah. Penguatan Industri Kecil Menengah (IKM) sudah menjadi prioritas pemerintah termasuk penciptaan lapangan kerja. Untuk itu pemerintah juga akan meluncurkan strategi baru industri nasional di bulan September.
"Ini sudah jelas Pak Putra, mengutip Begawan ekonomi kita Prof Sumitro Djojohadikusumo mengatakan industrialisasi dan pembangunan industri merupakan kegiatan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam arti standar hidup yang lebih maju serta mutu kehidupan yang lebih tinggi," katanya.
Strategi Baru Industrialsiasi Nasional (SBIN) merupakan kerangka kerja komprehensif yang dirancang untuk menavigasi Indonesia melalui kompleksitas dunia pasca pandemic Covid 19, pasca karbon dan pasca unipolar.