Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, I Wayan Sudirta, memberikan catatan penting terhadap kinerja sektor hukum dalam satu tahun pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Ia menilai, pembangunan hukum memiliki posisi strategis sebagai fondasi ketertiban, kepastian, serta arah pembangunan nasional yang berkeadilan.
“Pembangunan hukum menjadi salah satu prioritas utama program Asta Cita Presiden Prabowo dengan memprioritaskan upaya reformasi hukum serta pemberantasan korupsi dan narkoba. Dalam visi Indonesia Emas 2045 maupun Rencana Pemerintah Jangka Panjang maupun Menengah (2025–2029), sektor pembangunan dan reformasi hukum memang mendapat porsi besar,” kata Wayan pada Sabtu (25/10/2025), dikutip dari viva.co.id.
Menurutnya, Presiden Prabowo beberapa kali menegaskan bahwa pembangunan ekonomi rakyat memerlukan ketegasan dalam pemberantasan korupsi yang telah menjadi penyakit kronis di negeri ini. Selain itu, penegakan hukum harus adil dan berpihak pada rakyat kecil.
“Sinyalemen refokusing tujuan pembangunan hukum dan reformasi sistem hukum yang disampaikan oleh Presiden tentu memberikan gambaran kepada masyarakat tentang sasaran pemerintah dalam pembangunan hukum,” jelas Anggota Fraksi PDI Perjuangan ini.
Ia mengapresiasi keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, memperkuat kerja antar lembaga hukum, serta meningkatkan pemulihan aset.
“Penindakan beberapa kasus, kerja sama antar lembaga, serta peningkatan pemulihan aset (asset recovery) telah menemui jalan terang,” ujarnya.
Dalam pemaparannya, Wayan juga menyoroti capaian Kejaksaan Agung yang dianggap positif.
“Data ini menunjukkan tingginya intensitas kerja di lini penuntutan dan eksekusi hukum. Presiden juga mengapresiasi kinerja Kejaksaan dalam pengembalian kerugian negara di kasus Crude Palm Oil (CPO) mencapai 13 triliun, termasuk penanganan kasus besar lainnya seperti korupsi di Pertamina,” ucap Legislator asal daerah pemilihan Bali ini.
Selain itu, Polri disebut tetap menunjukkan responsivitas meskipun menghadapi tantangan citra publik. Penanganan ribuan perkara, termasuk judi online, narkoba, dan tindak pidana perdagangan orang, menjadi indikator kerja keras aparat.
Selanjutnya, Wayan menyoroti pentingnya penerapan prinsip keadilan restoratif yang berpihak pada rakyat kecil dan kesejahteraan sosial.
“Presiden menegaskan penegakan hukum dan ekonomi harus menembus batas pengaruh, kekuasaan, dan koneksi bisnis. Pesan ‘no more untouchables’ yang disampaikan berulang kali dalam rapat kabinet. Semua oknum koruptor harus ditindak tegas, tidak peduli itu bawahannya,” ungkapnya.
Ia juga menilai kebijakan pemerintah menaikkan gaji hakim hingga 280 persen, serta peningkatan dukungan anggaran bagi Kejaksaan, Polri, dan institusi peradilan, sebagai langkah positif untuk memperkuat keadilan.
“Pemerintah juga membuka ruang gerak bagi bantuan hukum untuk rakyat kecil. Kemenkum misalnya mencatatkan pembangunan 40.714 Pos Bantuan Hukum,” jelasnya.
Meski begitu, Wayan menegaskan bahwa pekerjaan besar masih menanti. Ia menilai, independensi sistem hukum masih menjadi catatan serius.
“Kepercayaan publik terhadap sistem peradilan masih tergerus oleh stigma bahwa hukum tidak berlaku sama rata bagi semua kalangan. Isu ‘tebang pilih’ masih menjadi tantangan serius,” ungkapnya.
Ia menegaskan, pemberantasan korupsi tidak cukup hanya menindak pelaku di luar lembaga hukum, tetapi juga harus dimulai dengan pembersihan di dalam institusi.
“Persoalan tersebut menunjukkan bahwa pemberantasan korupsi bukan hanya soal menindak pejabat, tetapi juga membersihkan institusi hukum itu sendiri,” tuturnya.
Wayan menutup dengan menekankan perlunya reformasi struktural dan kultural di lembaga hukum.
“Pekerjaan besar masih belum selesai yakni mewujudkan sistem hukum yang benar-benar adil, bersih, bermanfaat dan dipercaya publik,” pungkasnya.

















































































