Ikuti Kami

Rieke: Bioetanol Kunci Ekonomi Kerakyatan dan Lapangan Kerja Baru

Rieke: pengembangan energi hijau berbasis bioetanol bukan hanya soal transisi energi, tetapi juga soal pembangunan ekonomi rakyat.

Rieke: Bioetanol Kunci Ekonomi Kerakyatan dan Lapangan Kerja Baru
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka - Foto: Istimewa

Malang, Gesuri.id – Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rieke Diah Pitaloka, menegaskan bahwa pengembangan energi hijau berbasis bioetanol bukan hanya soal transisi energi, tetapi juga soal pembangunan ekonomi rakyat.

Menurut Rieke, jika kebijakan bioetanol dikelola serius dan berpihak pada industri nasional, Indonesia bisa membuka ribuan lapangan kerja baru dan memperkuat sektor pertanian tebu.

“Dengan bahan baku tebu dan jagung dari petani lokal, bioetanol akan menjadi sumber energi masa depan yang menciptakan kesejahteraan dari bawah. Ini bukan sekadar proyek hijau, tapi gerakan ekonomi kerakyatan,” ujar Rieke dalam kunjungannya ke PT Molindo Raya Industrial yang merupakn pabrik etanol food grade terbesar di Indonesia, Kamis (30/10/2025),

Ia menjelaskan, Molindo telah membuktikan bahwa industri nasional bisa berdiri mandiri dan berdaya saing global. “Dari bahan baku lokal, teknologi hasil riset terbuka, hingga ekspor ke pasar Asia Pasifik, semua dilakukan oleh anak bangsa. Ini membangkitkan kepercayaan diri kita sebagai negara industri,” kata Rieke.

Rieke berharap pemerintah memperkuat regulasi dan proteksi terhadap petani tebu, sekaligus memastikan kemitraan industri dan BUMN berjalan adil. “Kalau pemerintah serius, kita bisa mencapai target E10 pada 2027 bukan sekadar uji coba, tapi sebagai langkah nyata menuju kedaulatan energi,” imbuhnya.

Di sisi lain, Rieke juga memuji PT Molindo Raya Industrial sebagai contoh nyata keberhasilan industri nasional yang menerapkan prinsip zero waste dan berorientasi pada kedaulatan energi nasional. Ia menilai Molindo telah menunjukkan bagaimana industri dalam negeri bisa maju tanpa merusak lingkungan.

“PT Molindo ini luar biasa. Limbah tebu tidak dibuang ke sungai, tapi diolah menjadi energi listrik dan pupuk organik. Prinsip zero discharge dan zero waste benar-benar dijalankan, bukan sekadar jargon,” kata Rieke.

Ia menambahkan, praktik keberlanjutan seperti ini harus menjadi inspirasi bagi BUMN maupun industri swasta lain. “Inilah industri yang tidak sekadar mencari keuntungan, tapi memberikan nilai tambah bagi lingkungan dan masyarakat,” tegasnya.

Menurut Rieke, industri berbasis tebu seperti Molindo juga memperkuat ketahanan ekonomi rakyat karena bermitra langsung dengan petani. “Nilai tambah bukan hanya di perusahaan, tapi juga di desa-desa tempat tebu ditanam. Ini model ekonomi Pancasila yang sesungguhnya,” ujarnya.

Rieke juga menyambut positif langkah Presiden Prabowo Subianto menjalin kerja sama energi dengan Brasil, khususnya dalam pengembangan bioetanol.

Menurutnya, Brasil adalah negara dengan sistem energi berbasis etanol paling maju di dunia, dan Indonesia perlu belajar sekaligus mengembangkan kemitraan setara.

“Kerja sama dengan Brasil ini sangat penting. Tapi jangan hanya membeli teknologi. Kita harus membangun industri bioetanol nasional yang menggandeng petani tebu dalam negeri seperti dilakukan PT Molindo Raya Industrial,” ujar Rieke.

Rieke menekankan, pemerintah harus segera menyiapkan peraturan mandatori agar produksi bioetanol dalam negeri digunakan dalam campuran bahan bakar nasional.

“Kita dukung Presiden Prabowo untuk mengeluarkan kebijakan mandatori energi hijau berbasis bioetanol. Tapi harus ditegaskan dalam peraturan bahwa bioetanolnya wajib dari produksi nasional,” tegasnya.

Ia mengingatkan bahwa Indonesia memiliki potensi besar: 38 juta ton tebu nasional mampu menghasilkan hampir 2 juta ton molases dan ratusan ribu kiloliter etanol setiap tahun. “Potensi ini luar biasa. Jangan sampai tersaingi etanol impor yang bea masuknya 0%, sementara produk kita dikenai tarif 50–90% di luar negeri,” pungkasnya

Quote