Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) terhadap Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Ia menegaskan bahwa regulasi Tapera selama ini justru memberatkan pekerja maupun pemberi kerja.
"Regulasi Tapera jelas memberatkan pekerja dan pemberi kerja, apalagi dengan ancaman sanksi pencabutan izin usaha. Padahal dunia industri masih berjuang untuk bertahan pasca pandemi," kata Rieke, Selasa (30/9/2025).
Rieke mengingatkan bahwa tiga daerah pemilihannya, yakni Kabupaten Bekasi, Karawang, dan Purwakarta, merupakan basis industri terbesar di Indonesia.
Sejak 4 Juni 2024 lalu, ia telah menyampaikan penolakan resmi terhadap Tapera dalam Sidang Paripurna DPR, setelah banyak menerima aspirasi dari kalangan buruh.
Aspirasi itu terbukti kuat, setelah MK pada 29 September 2025 memutuskan UU Tapera bertentangan dengan UUD 1945 dan memberi waktu dua tahun untuk dilakukan penataan ulang.
"Putusan MK jelas. UU Tapera masih berlaku sementara, tapi wajib ditata ulang maksimal dua tahun. Jika tidak, otomatis akan gugur. Ini harus kita kawal," imbuhnya.
Menurut Rieke, ada tiga opsi penataan ulang Tapera yang bisa dipertimbangkan pemerintah dan DPR. Pertama, merevisi UU Tapera untuk mencegah duplikasi program perumahan rakyat.
Kedua, memasukkan program perumahan ke dalam revisi UU Ketenagakerjaan sebagai bagian dari sistem jaminan sosial pekerja. Ketiga, memperkuat peran BPJS Ketenagakerjaan, ASABRI, dan TASPEN dalam penyelenggaraan program perumahan.
"Faktanya, sudah ada program Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dari BPJS Ketenagakerjaan dan pinjaman perumahan dari ASABRI. Jadi tidak perlu lagi skema tabungan baru yang justru memberatkan pekerja," tegasnya.
Lebih lanjut, ia juga menyinggung adanya potensi penyalahgunaan putusan MK apabila tidak dikawal secara serius.
"Kalau orientasi penyelenggara negara benar-benar untuk memenuhi hak papan rakyat, seharusnya cukup perkuat sistem jaminan sosial yang ada. Tidak perlu bikin program baru bernama Tapera, kecuali ada motif lain. Semoga tidak," pungkasnya.