Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VI DPR RI, Rieke Diah Pitaloka, menyoroti pentingnya pembenahan data dasar pembangunan nasional yang selama ini dinilainya masih bermasalah dan membuka celah terhadap kebocoran keuangan negara.
Melalui unggahan di akun Instagram pribadinya, @riekediahp, Rieke menegaskan bahwa data keuangan dan pembangunan yang tidak akurat dapat berujung pada penyimpangan anggaran.
“Data dasar negara ‘Bodong’, kas negara pasti bodong!” tulis Rieke dalam unggahannya. dikutip satuju.com, Sabtu (25/10).
Politisi PDI Perjuangan itu menilai polemik yang sempat muncul antara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi terkait kebijakan anggaran sebenarnya bukanlah perdebatan yang bertentangan, melainkan perbedaan sudut pandang tentang pentingnya data yang akurat, aktual, dan relevan dalam penyusunan kebijakan pembangunan.
“Keduanya sama, menawarkan perspektif pentingnya data yang akurat, aktual, dan relevan dalam merancang kebijakan pembangunan, termasuk kebijakan anggarannya,” tulis Rieke.
Rieke mengaku mendukung langkah Menkeu Purbaya yang berupaya membongkar praktik rekayasa keuangan (financial engineering), khususnya permainan “bunga dana tak salur” dari APBN maupun APBD yang kerap bermula dari manipulasi data.
Di sisi lain, ia juga memberikan dukungan kepada Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang sedang merintis penyusunan data dasar pembangunan presisi berbasis desa dan kelurahan. Menurutnya, transparansi keuangan negara tidak akan mungkin terwujud tanpa keakuratan data dasar tersebut.
“Transparansi keuangan negara dimulai dari reproduksi data dasar pembangunannya. Data dasar negara ‘bodong’, kas negara pasti bolong!” tegasnya.
Rieke juga mengajak kedua tokoh tersebut untuk bersama-sama mendorong Presiden Prabowo Subianto menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Berbasis Data Presisi.
“Kang Purbaya, Kang Dedi, my besty perjuangan yuk ah urang sami-sami rojong (kita beri dukungan) Presiden Prabowo, yang sangat peduli terhadap isu data negara,” tulis Rieke.
Dalam unggahan yang sama, Rieke juga menyinggung soal utang sejumlah BUMN kepada Bank Jabar Banten (BJB) yang belum dilunasi sejak 2019. Ia meminta dukungan Menteri Keuangan dan Gubernur Jabar untuk menagih tunggakan tersebut.
Rieke menyebut total outstanding utang 10 BUMN mencapai Rp 3,75 triliun, dengan rincian antara lain:
- PT Barata Indonesia: Rp 89,11 miliar
- PT Kimia Farma: Rp 950,23 miliar
- PT Perikanan Indonesia: Rp 96,63 miliar
- PT Phapros: Rp 98,39 miliar
- PT Rajawali Nusindo: Rp 403,19 miliar
- PT Waskita Karya Infrastruktur: Rp 98,94 miliar
- PT Waskita Karya: Rp 980,8 miliar
- PT Wijaya Karya Serang Panimbang: Rp 278,58 miliar
- PT Wijaya Karya: Rp 515,44 miliar
- PT PPSD (Pembangunan Semarang–Demak): Rp 240,25 miliar
“Kita udag (kejar) bersama agar 10 BUMN bayar lunas utang ke BJB sejak 2019,” tulisnya.
Rieke menegaskan, pembenahan data dasar pembangunan dan ketertiban keuangan negara merupakan dua hal yang saling berkaitan dan menjadi fondasi utama dalam pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

















































































