Ikuti Kami

Rieke Pitaloka Soroti Dugaan Praktik Pemanfaatan Anak Dalam Pekerjaan di Ponpes Al Khoziny

Berdasarkan kajian tim SAR dan tim konstruksi dari ITS, runtuhnya bangunan itu disebabkan oleh kegagalan struktur konstruksi.

Rieke Pitaloka Soroti Dugaan Praktik Pemanfaatan Anak Dalam Pekerjaan di Ponpes Al Khoziny
Rieke Diah Pitaloka, Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia sekaligus anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan.

Jakarta, Gesuri.id - Kecelakaan ambruknya musala di Pondok Pesantren Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, memicu duka mendalam. Hingga Minggu (5/10) pukul 21.00 WIB, dari 156 orang yang berada di lokasi kejadian, sebanyak 104 berhasil diselamatkan sementara 52 dinyatakan meninggal dunia termasuk lima bagian tubuh yang ditemukan terpisah.

Berdasarkan kajian tim SAR dan tim konstruksi dari ITS, runtuhnya bangunan itu disebabkan oleh kegagalan struktur konstruksi. Hal ini memantik reaksi keras dari Rieke Diah Pitaloka, Ketua Umum Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia sekaligus anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDI Perjuangan.

Rieke menyoroti dugaan praktik pemanfaatan anak dalam pekerjaan di lingkungan pesantren. Ia mempertanyakan sikap lembaga keagamaan dan pemerintah terkait penerapan Konvensi ILO 189, yang melarang jenis pekerjaan paling buruk untuk anak-anak. Ia menegaskan bahwa prinsip UU Ketenagakerjaan semestinya pula berlaku di lembaga-lembaga pendidikan berbasis agama.

"Ini bukan zaman perang. Perang pun tak boleh libatkan anak di bawah umur. … Jangan gunakan alasan ‘anaknya ikhlas, senang bisa bantu," ujarnya seperti dikutip dari akun Instagram riekediahp, Senin (6/10).

Rieke menegaskan bahwa memperkerjakan anak tanpa upah adalah bentuk eksploitasi terselubung. Ia menyebut bahwa orang dewasa memiliki tanggung jawab untuk mengajarkan perbedaan antara kerja sukarela dan kerja eksploitatif sejak usia dini, khususnya bagi santri yang seringkali mudah dipengaruhi retorika keikhlasan.

"Orang dewasa harus memberi pemahaman kepada anak, terutama santri, sejak dini tentang arti bekerja tanpa upah dan kaitannya dengan ‘perbudakan’ terselubung," kata dia.

Rieke juga mengajak para pemimpin pesantren, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), serta Kementerian Ketenagakerjaan untuk memberikan tanggapan terbuka terhadap isu ini. Ia mempertanyakan konsistensi nilai-nilai keadilan yang diajarkan lembaga keagamaan dengan praktik di lapangan.

"Saya yakin para elit institusi keagamaan memahami apa hukumnya perbudakan menurut Islam. Bukankah Islam hadir untuk menegakkan keadilan dan menghentikan eksploitasi manusia atas manusia lain?" kata dia.

Rieke berharap kasus ini tidak hanya menjadi sorotan sesaat, melainkan momentum bagi regulasi dan perlindungan yang lebih tegas terhadap anak-anak dalam semua ranah termasuk pesantren.

Quote