Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Rokhmin Dahuri, melontarkan peringatan keras Ancaman nyata dari degradasi hutan, banjir bandang, dan konflik air di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk–Citanduy kini tak lagi bisa ditunda penyelesaiannya.
“Gagal menyelamatkan DAS, berarti menggali kuburan bagi generasi mendatang!,” kata Rokhmin Dalam Bimbingan Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang digelar BPDASHL CIMATA, Minggu (6/7/2025).
Ia menyerukan langkah kolektif demi menyelamatkan masa depan lingkungan dan generasi mendatang.
“Pengelolaan DAS bukan hanya tugas pemerintah. Ini tanggung jawab semua elemen bangsa demi menjaga keberlanjutan air, tanah, dan kehidupan,” ujarnya.
Rokhmin menyampaikan kondisi kritis DAS Cimanuk–Citanduy kini menghadapi kondisi darurat dengan ±40.875 hektar lahan kritis, atau 28% dari total luas.
Dampaknya sudah terasa: banjir bandang dari Garut dan Sumedang, kekeringan akut di Cirebon dan Indramayu, hingga pendangkalan waduk dan konflik air di tingkat masyarakat.
Kerusakan di kawasan hulu seperti Garut dan Sumedang telah memicu rentetan bencana di hilir: banjir bandang, kekeringan ekstrem, hingga pendangkalan waduk di Cirebon dan Indramayu. Kapasitas tanah menyerap air anjlok, erosi meningkat, dan risiko bencana iklim semakin nyata.
"Ini bukan sekadar krisis lingkungan, tapi bom waktu sosial dan ekonomi. Hutan dan tanah kita dirampas oleh kerakusan, dan kita diam saja?" tegasnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan 2001-2004 itu menuntut strategi radikal, yaitu rehabilitasi hutan prioritas, agroforestri, sinergi lintas instansi, green finance, hingga keterlibatan warga akar rumput. Semua harus bergerak.
Rektor Universitas UMMI Bogor itu menegaskan pentingnya pendekatan berbasis lanskap dan filosofi “keep water into soil, keep soil in place” demi ketahanan air dan pangan masa depan.
BPDASHL CIMATA menargetkan rehabilitasi 1.750 hektar lahan kritis pada 2024–2025 dengan pendekatan hulu-hilir yang melibatkan masyarakat. Kepala lembaga tersebut memastikan penguatan partisipasi melalui forum DAS, pendidikan lingkungan, dan pemantauan digital.
“Kalau kita biarkan DAS mati pelan-pelan, jangan salahkan sejarah kalau bangsa ini haus, lapar, dan hancur karena kesalahan kita sendiri,” tutup Guru Besar bidang Kelautan dan Perikanan IPB University ini penuh nada peringatan.