Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan yang juga Pakar kelautan nasional, Rokhmin Dahuri, melontarkan kritik tajam terhadap stagnasi pengelolaan sektor maritim Indonesia dalam podcast Sinikhbar: Islam Bahari ala Rokhmin Dahuri di IKHBAR TV, dikutip Minggu (27/7).
“Indonesia negara maritim, tapi cara kelola lautnya seperti negara daratan. Ini ironis!” tegas Rektor Universitas UMMI Bogor ini..
Dalam perbincangan berdurasi 40 menit bersama host Sobih Adnan, Rokhmin menyingkap fakta mencengangkan: Indonesia memiliki 11 sektor ekonomi maritim yang jika digarap dengan profesionalisme dan berbasis riset, bisa menghasilkan hingga USD 1,4 triliun per tahun dan menyerap 40 juta lapangan kerja.
“Bangsa ini bisa sejahtera dari laut, asal tata kelolanya profesional dan SDM-nya kuat,” tegasnya.
Namun, kata dia, potensi itu dibiarkan terbengkalai akibat tata kelola buruk, minim investasi, dan lemahnya kepemimpinan sektor kelautan.
Ia menyebut praktik overfishing di Pantura dan dominasi alat tangkap tradisional sebagai bukti rendahnya inovasi dan perhatian pemerintah terhadap nelayan.
“Norwegia dengan salmon saja bisa kuasai dunia. Kita? Laut seluas ini, tapi nelayan kita masih miskin,” sindirnya.
Menteri Kelautan dan Perikanan 2001-2004 itu menegaskan, kebangkitan Indonesia sebagai negara maritim hanya bisa terwujud jika pemerintah serius memperbaiki tata kelola, memperkuat riset, dan membangun SDM kelautan yang unggul dan bermoral.
“Iqra!” seru Rokhmin Dahuri, mengutip ayat pertama dalam Al-Qur’an sebagai tamparan keras terhadap budaya literasi Indonesia yang masih memprihatinkan. Ia menyebut rendahnya literasi sebagai biang kegagalan bangsa dalam memaksimalkan potensi lautnya.
“Kalau kita malas membaca dan belajar, bagaimana mau kelola laut yang kompleks ini?” kritik Rokhmin Dahuri, yang juga Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Ia menyoroti pentingnya pendidikan kelautan sejak dini, agar semangat maritim tak sekadar jargon. Ia juga mengungkapkan filosofi hidupnya: belajar tanpa henti, bekerja dengan cinta, dan menjaga spiritualitas sebagai fondasi berkarya.
Menanggapi program Tol Laut, Rokhmin menilai pemerintah masih gagal menyentuh akar persoalan. “Logistik murah itu omong kosong kalau industri tetap numpuk di Jawa. Distribusi ekonomi harus adil,” tegasnya.
Ia pun mengajak pemuda belajar dari karakter laut: luas, dinamis, dalam, dan sulit dipecah belah.
“Kalau bangsa ini mau bangkit, jadilah seperti laut: terus bergerak dan memberi manfaat,” tutup Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu.
Rokhmin mengkritisi minimnya investasi, overfishing di Pantura, dan dominasi metode tradisional. Ia mengajak Indonesia belajar dari Norwegia: industri salmon mereka maju berkat sinergi riset, teknologi, dan manajemen.
Lebih jauh, ia mengusulkan pendidikan kelautan sejak usia dini untuk membangun semangat maritim generasi muda, mengingat ayat pertama Al-Qur’an adalah Iqra (bacalah). Filosofi hidupnya: belajar terus, bekerja dengan cinta, dan menjaga koneksi spiritual.
Ia juga menyuarakan perlunya kerja sama lintas golongan untuk mempercepat pembangunan, serta mengevaluasi program Tol Laut yang dinilai belum menyentuh akar ketimpangan wilayah.
“Jadilah seperti laut yang terus bergerak, bermanfaat, dan tidak mudah dipecah-belah,” tutup Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.