Ikuti Kami

Rokhmin Tegaskan Pembangunan Pertanian Tak Boleh Hanya Soal Angka Produksi

Ia menilai protes masyarakat sebagai sinyal keras ada masalah mendasar yang belum terselesaikan, khususnya soal kesejahteraan petani.

Rokhmin Tegaskan Pembangunan Pertanian Tak Boleh Hanya Soal Angka Produksi
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rokhmin Dahuri.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rokhmin Dahuri, menyuarakan keresahan publik yang tak bisa lagi diabaikan, yaitu kesejahteraan petani sebagai fondasi kedaulatan pangan.

Ia menilai protes masyarakat sebagai sinyal keras ada masalah mendasar yang belum terselesaikan, khususnya soal kesejahteraan petani.

“Protes publik bukan sekadar riuh jalanan. Ia adalah lonceng pengingat bagi kita semua, bahwa pembangunan pertanian tak boleh hanya soal angka produksi,” tegas Rokhmin Dahuri dalam rapat kerja bersama Menteri Pertanian Amran Sulaiman, di Jakarta, Rabu (3/9).

Meski mengapresiasi capaian Kementerian Pertanian dalam mendorong produksi nasional, Rokhmin menekankan bahwa petani harus merasakan langsung hasil kerja keras mereka. 

“Kita tidak bisa hanya bangga produksi lebih besar dari konsumsi. Kesejahteraan petani adalah titik awal, bukan bonus akhir,” ujar Rektor Universitas UMMI Bogor itu.

Rokhmin juga menyoroti pentingnya keberlanjutan dan akurasi data dalam kebijakan pangan. Ia mendorong pemetaan kebutuhan sejak dini agar target swasembada tak hanya menjadi slogan, tetapi rencana yang terukur dan realistis. 

“Indonesia harus berhenti mengejar angka. Kita harus mengejar kepastian,” tegasnya.

Meski mengapresiasi kerja keras Kementerian Pertanian dalam meningkatkan produksi pangan, Rokhmin mengingatkan agar pemerintah tidak hanya mengejar angka, tetapi juga memastikan kesejahteraan petani sebagai ujung tombak ketahanan pangan.

“Kita tidak bisa hanya bangga produksi lebih besar dari konsumsi. Petani harus merasakan hasil kerja keras mereka. Itulah fondasi sejati kedaulatan pangan,” tegas Guru Besar Fakultas Kelautan dan Perikanan IPB University itu.

Ia juga mendorong pendekatan pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan berbasis data. Ia mengusulkan agar kebijakan pangan dipadukan dengan informasi kebutuhan pasar, sehingga target swasembada bisa lebih realistis dan tepat sasaran.

“Jangan hanya mengejar swasembada semu. Kita butuh roadmap yang jelas, akurat, dan berpihak pada petani,” ujarnya.

Sebagai Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI), ia menekankan bahwa Indonesia punya potensi besar menjadi lumbung pangan dunia. Ia menyinggung kembali konsep enam panca usaha tani yang sejak lama menjadi tulang punggung peningkatan produksi. 

Namun, syarat utamanya adalah konsistensi: sistem pertanian harus dibangun dengan orientasi pada kesejahteraan petani, keberlanjutan lahan, dan sinergi lintas kementerian. Ia juga mengingatkan bahwa visi pertanian tidak bisa berdiri sendiri. 

Dukungan anggaran dari Bappenas dan Kementerian Keuangan harus selaras dengan kebijakan Kementan. 

“Jangan sampai visi besar terhambat oleh alokasi kecil,” ujarnya.

Namun, ia menilai masih ada sektor krusial yang diabaikan, yakni pengendalian hama dan penyakit tanaman. 

"Tanpa langkah konkret dalam melindungi hasil panen dari hama, produksi tinggi tak akan berbanding lurus dengan kesejahteraan petani," ujarnya tegas.

Dalam kesempatan itu, ia juga menyoroti lemahnya sinergi antarlembaga. Menurutnya, visi besar Kementan akan sia-sia bila tidak mendapat dukungan anggaran dari Bappenas dan Kementerian Keuangan. 

"Jangan sampai visi pertanian terhambat hanya karena alokasi anggaran tak maksimal," imbuhnya.

Ancaman lain yang tak kalah serius adalah konversi lahan pertanian yang mencapai 100 ribu hektare per tahun. Rokhmin menyebutnya sebagai bom waktu yang mengancam ketahanan pangan nasional. 

Menurutnya, setiap hektare sawah yang hilang adalah tantangan baru bagi masa depan pangan kita. 

"Ini bom waktu. Jika tak segera dikendalikan, swasembada hanya akan jadi mimpi tanpa realisasi," katanya.

Ia menekankan bahwa pembangunan pertanian tidak cukup hanya mengandalkan angka produksi. Diperlukan kebijakan yang berpihak pada petani, menjaga keberlanjutan lahan, serta melibatkan koordinasi lintas kementerian.

"Indonesia bisa jadi lumbung pangan dunia. Tapi itu butuh konsistensi dan keberpihakan nyata. Keadilan bagi petani bukan sekadar slogan, itu harus jadi roh pembangunan pertanian nasional," tegasnya.

Rokhmin Dahuri menekankan bahwa Indonesia punya potensi besar menjadi lumbung pangan dunia. Namun, syarat utamanya adalah konsistensi: sistem pertanian harus dibangun dengan orientasi pada kesejahteraan petani, keberlanjutan lahan, dan sinergi lintas kementerian.

Pernyataan Rokhmin menjadi tamparan lembut namun tajam bagi para pemangku kebijakan, bahwa suara rakyat di jalanan adalah peringatan agar tidak lalai dalam membangun negeri dari akar rumput—petani dan nelayan.

Masukan ini menjadi catatan penting bagi DPR RI di tengah gelombang protes sosial. 

“Keadilan bagi petani bukan sekadar slogan, tetapi harus menjadi roh pembangunan pertanian nasional,” tutup Ketua Umum Dulur Cirebonan itu.

Quote