Ikuti Kami

Safaruddin dan I Wayan Sudirta Tegaskan Pentingnya Berpihak Pada UMKM Dalam Proses Penegakan Hukum

Terutama dalam kasus yang menimpa pengusaha UMKM 'Mama Khas Banjar'.

Safaruddin dan I Wayan Sudirta Tegaskan Pentingnya Berpihak Pada UMKM Dalam Proses Penegakan Hukum
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Safaruddin.

Jakarta, Gesuri.id – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Safaruddin dan I Wayan Sudirta, menyoroti pentingnya kebijakan yang bijak dan berpihak pada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam proses penegakan hukum, terutama dalam kasus yang menimpa pengusaha UMKM “Mama Khas Banjar”.

“Misalnya, apabila UU Perlindungan Konsumen diterapkan secara apa adanya, maka saya yakin pasar tradisional tidak akan berjalan sebagaimana mestinya,” kata Saffaruddin dalam Rapat Kerja bersama Menteri UMKM Maman Abdurrahman pada Kamis (15/5) di Jakarta.

Ia menekankan bahwa UMKM perlu dibina terlebih dahulu apabila melakukan pelanggaran, bukan langsung dikenai sanksi pidana.

“Jika ada pelanggaran yang dilakukan oleh UMKM, sebaiknya tidak langsung dikenakan sanksi pidana, melainkan dibina terlebih dahulu,” ucapnya.

Senada dengan itu, I Wayan Sudirta menyampaikan bahwa pendekatan terhadap UMKM harus mempertimbangkan keberpihakan negara, sebagaimana diamanatkan dalam TAP MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi.

“Kita berkewajiban melakukan pengawasan agar keadilan ekonomi terwujud. Karena itu, terkait kasus ‘Mama Khas Banjar’, saya mendorong agar diberikan hukuman yang seringan-ringannya,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa telah ada Nota Kesepahaman (MoU) antara Kementerian Koperasi dan UKM dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang seharusnya mengarahkan penanganan pelanggaran oleh UMKM ke ranah administratif.

“Apabila ini dijalankan sebagaimana mestinya, maka sanksi yang diterapkan seharusnya bersifat administratif,” jelasnya.

Menanggapi hal ini, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menyampaikan bahwa penegakan hukum pidana terhadap UMKM seharusnya menjadi pilihan terakhir, dan lebih mengedepankan pembinaan serta sanksi administratif.

“Proses penegakan hukum pidana dalam konteks usaha mikro mohon dijadikan sebagai pilihan terakhir. Lebih baik kita kedepankan pembinaan dan sanksi administratif,” ungkap Menteri Maman.

Ia menegaskan bahwa dalam kasus pelabelan pangan berisiko rendah atau sedang, pendekatan administratif sesuai dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan sebagai lex specialis dibandingkan UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

“Undang-Undang Pangan adalah aturan yang lebih rinci dan relevan dalam kasus seperti ini. Oleh karena itu, penerapan sanksi pidana sebaiknya menjadi upaya terakhir atau ultimate remedium,” imbuhnya.

Menteri UMKM juga menyatakan bahwa mayoritas pelaku UMKM tidak memiliki latar belakang hukum atau keterampilan administratif, sehingga perlu pendekatan khusus dalam perlakuan hukumnya.

“Sudah menjadi tugas saya sebagai Menteri UMKM untuk lebih menggalakkan sosialisasi, percepatan kemudahan, dan pendampingan kepada pengusaha UMKM di seluruh Indonesia,” tegasnya.

Menteri Maman menutup pernyataannya dengan mengajak semua pihak untuk memandang kasus ini secara proporsional demi menjaga keberlangsungan ekonomi rakyat kecil.

“Apapun keputusan pengadilan, kami percaya bahwa aparat penegak hukum akan mengambil langkah yang arif dan bijaksana. Namun dengan kerendahan hati, kami sampaikan konsen Kementerian UMKM agar perkara seperti ini dipandang dari kacamata ekonomi kerakyatan,” pungkasnya.

Quote