Ikuti Kami

Said Desak Praktik Kartel Perdagangan Nikel Diberantas

Karena praktik kartel yang telah beroperasi di Indonesia kian meresahkan pengusaha di sektor pertambangan nasional. 

Said Desak Praktik Kartel Perdagangan Nikel Diberantas
Anggota DPR RI, MH Said Abdullah.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota DPR RI, MH Said Abdullah meminta Dugaan praktik kartel perdagangan nikel domestik oleh pabrik smelter segera dibertantas.

Karena praktik kartel yang telah beroperasi di Indonesia kian meresahkan pengusaha di sektor pertambangan nasional. 

Baca: Meresahkan, Arteria Desak Polisi Tindak Kartel Bawang Putih

Selain merugikan pemiliik Ijin Usaha Pertambangan (IUP),  praktik persaingan usaha tidak sehat itu juga membuat Negara kehilangan pendapatan hingga puluhan triliun setiap tahunnya. 

“Saya kira, perlu ada Tata Niaga Nikel untuk melindungi penambang nikel dari praktik kartel perdagangan nikel domestik. Kartel ini sebuah kejahatan koorporasi yang merugikan Negara dan  ada unsur tindak pidana korupsinya,” jelas Said di Jakarta, Minggu (17/11). 

Sebab, praktik bisnis tidak sehat seperti ini merusak iklim usaha di Indonesia yang pada gilirannya akan menurunkan daya saing sektor pertambangan di Indonesia. Dampaknya pun, sektor pertambangan Indonesia akan semakin tertinggal jauh dari negara lain. 

“Kartel ini bukan hanya merusak harga bahkan menurunkan kualitas nikel para penambang kecil dengan cara tidak mengalui hasil laboratorium surveyor yang ditunjuk Kementerian ESDM dan melakukan uji lab sendiri,” terangnya. 

Salah satu model memangkas mata rantai kartel jelas Ketua DPP PDI Perjuangan Bidang Perekonomian ini dengan cara melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas pertambangan di Indonesia, termasuk mencabut Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 karena menimbulkan ketidakpastian berusaha. Hal ini penting agar dalam penyusunan peraturan pemerintah akan sempurna sehingga dapat dijalankan untuk kepentingan kemakmuran rakyat. 

“Intinya kekayaan alam Indonesia yang sangat potensial ini harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya,” jelasnya. 

Politisi Senior PDI Perjuangan ini melihat bisnis perdagangan nikel saat ini tidak sehat. Indikasinya, banyak yang membeli harga nikel di bawah Harga Patokan Mineral (HPM). Hal ini jelas melangggaran aturan Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Untuk itu, pemerintah harus memberikan sanksi tegas kepada perusahaan-perusahaan nikel yang membeli harga nikel di bawah harga patokan. 

“Pemerintah juga harus turun langsung ke lapangan, jangan melihat masalah tambang nikel di daerah dari menara dan gedung bertingkat di Jakarta,” pintanya. 

Dia yakin, melihat langsung persoalan di lapangan sangat penting agar lebih sempurna menyusun regulasi di sektor pertambangan. 

Said mengaku kebijakan pelarangan ekspor nikel merupakan langkah visioner untuk membangun industri pertambangan nasional agar meninggalkan pola pembangunan ekstraktif (hanya gali) menuju pembangunan berbasis nilai tambah dengan cara membangun pabrik pembangun smelter. 

Hanya saja, ujarnya, mayoritas pabrik nikel yang sudah beroperasi ini hampir 80% adalah korporasi nikel dari Tiongkok yang memiliki kemampuan finansial cukup untuk membangun pabrik smelter nikel. Sementara perusahaan domestik yang baru membangun pabrik nikel masih sedikit lantaran ketidaksanggupan finansial. 

Baca: Taksi di Bandara Semarang, Ganjar: Jangan ada Monopoli

“Kebanyakan pabrik-pabrik nikel ini berasal Tiongkok,” terangnya. 

Hal ini membuat perusahaan Tiongkok ini kerap melakukan monopoli bisnis. 

“Jumlah mereka sangat sedikit tetapi mereka memiliki dana besar bangun smelter, mereka tidak memiliki lahan konsensi nikel yang luas dan bahkan ada perusahaan yang tidak memiliki konsensi (hulu),” ulasnya.

Quote