Ikuti Kami

Selly Tegaskan Penyangkalan Akan Tambah Luka Korban Tindak Kekerasan Seksual Kerusuhan Mei 98

TGPF Kasus Kerusuhan 13-15 Mei 1998 menemukan adanya tindak kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta, Medan, dan Surabaya.

Selly Tegaskan Penyangkalan Akan Tambah Luka Korban Tindak Kekerasan Seksual Kerusuhan Mei 98
Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina.

Jakarta, Gesuri.id - Anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina menyoroti polemik pemerkosaan massal pada kerusuhan Mei 1998.

Adanya pernyataan yang menilai hanya sebuah rumor sejarah lantaran tidak ada bukti, menurutnya kembali mengorek luka lama bagi korban. 

"Sebagai anggota Komisi VIII DPR RI yang memiliki mandat untuk memperjuangkan perlindungan dan pemulihan bagi perempuan korban kekerasan, saya menyampaikan keprihatinan mendalam atas pernyataan yang menyebut seolah tidak pernah terjadi kekerasan seksual terhadap perempuan dalam tragedi Mei 1998," ujar Selly, Selasa (17/6). 

Baca: Ganjar Beberkan Penyebab Kongres PDI Perjuangan Belum Digelar

Padahal, laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Kasus Kerusuhan 13-15 Mei 1998 menemukan adanya tindak kekerasan seksual yang terjadi di Jakarta, Medan, dan Surabaya dalam kerusuhan 1998.

Dalam laporan tersebut disebutkan pula selain korban-korban kekerasan seksual yang terjadi dalam kerusuhan Mei, TPGF juga menemukan korban-korban kekerasan seksual yang terjadi sebelum dan setelah kerusuhan Mei. Kasus-kasus kekerasan seksual ini ada kaitannya dengan kasus-kasus kekerasan seksual yang terjadi selama kerusuhan. 

"Sejarah bangsa ini mencatat bahwa pascareformasi, negara melalui pembentukan Komnas Perempuan, telah mengakui adanya kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan yang dialami oleh perempuan dalam situasi kerusuhan Mei 1998," jelas Selly. 

Selly menegaskan, kesaksian korban dan upaya dokumentasi yang dilakukan oleh banyak pihak, baik negara, lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun organisasi masyarakat sipil, bukanlah sesuatu yang bisa begitu saja dihapuskan dari ingatan kolektif seluruh warga negara Indonesia. 

"Pernyataan yang mereduksi fakta sejarah semacam ini sangat rentan melukai kembali para penyintas. Kita perlu sangat hati-hati ketika berbicara tentang peristiwa traumatik, apalagi jika menyangkut luka yang masih belum benar-benar pulih," ujarnya.

Seperti diketahui, Menteri Kebudayaan Fadli Zon dalam sebuah wawancara mengeklaim peristiwa pemerkosaan massal pada Mei 1998 tidak ada buktinya. Menurutnya, cerita tentang peristiwa tersebut tidak ada dalam buku sejarah dan hanya berdasarkan rumor yang tidak menyelesaikan persoalan.

Baca: Ganjar Pranowo Tegaskan Demokrasi Harus Dirawat Dengan Baik!

Ketika ditanya soal laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang mengungkap kesaksian dan bukti yang menunjukkan para perempuan menjadi target perkosaan, Fadli Zon menyebut TGPF ‘pernah membantah’ dan ‘tak bisa bisa membuktikan’.

Saat ini, pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan tengah menggarap penulisan ulang sejarah nasional yang ditargetkan rampung pada Agustus 2025. Buku sejarah baru ini akan diluncurkan bertepatan dengan peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia. Fadli Zon mengatakan, buku sejarah yang sedang dibuat pemerintah diharapkan ‘bisa mempersatukan bangsa’.

Namun, dalam draf Kerangka Konsep Penulisan ‘Sejarah Indonesia’ ini, ternyata sejumlah pelanggaran HAM berat tidak dimasukkan. Diantaranya, pemerkosaan perempuan Tionghoa dalam Peristiwa Mei 1998, penembakan misterius (Petrus), penghilangan paksa aktivis 1997-1998, tragedi Trisakti dan Semanggi I dan II, serta kasus-kasus pelanggaran HAM di Aceh dan Papua.

Quote