Ikuti Kami

Setuju RKUHP Disahkan, PDI Perjuangan Beri Tiga Catatan

Sepuluh fraksi juga menyetujui untuk melanjutkan pembahasan RKUHP ke tingkat II dalam Rapat Paripurna untuk segera disahkan menjadi UU.

Setuju RKUHP Disahkan, PDI Perjuangan Beri Tiga Catatan
Suasana sidang di Gedung DPR. Foto: Gesuri.id/ Gabriella Thesa Widiari.

Jakarta, Gesuri.id - Komisi III DPR RI dan Pemerintah menyepakati untuk mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dalam sidang paripurna.

Kesepakatan tersebut diambil dalam Rapat Kerja pembahasan tingkat I RKUHP antara Komisi III dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/9).

Baca: Pasal Santet Masuk RUU KUHP? Itu Pemikiran Semprul

Sepuluh fraksi juga menyetujui untuk melanjutkan pembahasan RKUHP ke tingkat II dalam Rapat Paripurna untuk segera disahkan menjadi undang-undang. Sebelumnya, seluruh fraksi mengampaikan pandangan dan catatannya terkait substansi pasal.

Fraksi PDI Perjuangan dalam pandangan mini fraksi pengambilan keputusan tingkat I RKUHP turut menyatakan setuju namun memberikan tiga catatan untuk dipertimbangkan setelah disahkan nanti.

"Fraksi PDI Perjuangan DPR RI berpendapat memberikan persetujuan terhadap RKUHP untuk dilanjutkan ke pembahasan tingkat selanjutnya dengan catatan yang menyangkut, ini juga tidak terpisahkan dari persetujuan kami," ujar anggota Komisi III, M. Nurdin yang ditunjuk sebagai juru bicara Fraksi PDI Perjuangan.

Adapun tiga catatan yang disampaikan yaitu, pertama terkait pasal 2 ayat 1 dan 2 tentang hukum yang hidup dalam masyarakat. 

PDI Perjuangan, kata Nurdin, berpandangan bahwa dalam penerapannya agar aparat penegakhukum atau hakim dalam memberikan peritimbangam hukum dalam keputusannya berhati-hati dan cermat.

Image result for Setuju RKUHP Disahkan

"Karena aparat penegak hukum dan hakim wajib untuk mengacu pada hukum yang hidup di dalam masyarakat," kata Nurdin.

Dalam pasal 2 ayat 1 disebutkan "Tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang ini."

Sedangkan pasal 2 ayat 2 berbunyi, "Hukum yang hidup dalam masyarakat berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan sepanjang tidak diatur dalam Undang-Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas-asas hukum umum yang diakui masyrakat beradab."

Catatan kedua, mengenai pertanggungjawaban korporasi pasal 46 hingga 51. Nurdin mengatakan partainya berharap aparat penegak hukum berhati-hati dan cermat di dalam penerapannya.

Baca: Dalam RUU KUHP, Definisi Zina Jangan Diperluas

Terkakhir, fraksi partai besutan Megawati Soekarnoputri ini memberikan catatan ke dalam pasal 419 terkiat perzinaan. Khususnya ayat 3 yang mengatur pihak yang dapat melakukan pengaduan yaitu kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak ada keberatan dari suami istri, orangtua atau anaknya.

Nurdin mengatakan, meskipun bisa dilaporkan atau diadukan oleh pihak-pihak yang sudah diatur dalam RKUHP, namun partainya tegas meminta agar tetap melindungi ruang pribadi.

"Namun demikian harus tetap melindungi ruang pribadi. Fraksi PDI Perjuangan meminta agar setelah kata keberatan dimasukan kata tertulis. Sehingga memberikan kejelasan terhadap kalimat tidak terdapat keberatan," papar Nurdin.

Image result for RKUHP Disahkan

Dalam pasal 419 KUHP tentang Perzinaan, tertulis ayat (1) "Setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan, dipidana dengan pidana paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak kateogiri II."

Ayat (2) "Tindak pidana sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami istri, orangtua atau anaknya."

Ayat (3) "Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat juga diajukan oleh kepala desa atau dengan sebutan lainnya sepanjang tidak ada keberatan dari suami istri, orangtua atau anaknya."

Berdasarkan catatan ICJR, pembahasan terbuka terakhir dilakukan oleh Pemerintah dan DPR pada 30 Mei 2018.

Artinya hampir 1,5 tahun, tidak ada pembahasan yang terbuka untuk diakses publik. 

Baca: Komisi III dan VIII DPR Sepakat Sinkronkan RKUHP dan RUU PKS

Selain itu beberapa pasal juga dinilai tak sesuai dengan prinsip demokrasi, berpotensi memberangus kebebasan berpendapat, dan melanggar ranah privat warga negara

Beberapa substansi pasal yang dianggap masih bermasalah yakni, pasal kesusilaan, penerapan hukuman mati, tindak pidana makar, pasal warisan kolonial, pidana terhadap proses peradilan, tindak pidana khusus dan living law.

Quote