Jakarta, Gesuri.id – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, dr. Sofyan Tan mengungkapkan dunia pendidikan terus berubah seiring lahirnya generasi baru yang tumbuh di tengah kemajuan teknologi. Anak-anak Generasi Z dan Alfa kini belajar, berpikir, dan berinteraksi dengan cara yang sangat berbeda dari generasi sebelumnya.
Menurut Sofyan Tan, perubahan zaman dan perilaku generasi muda menuntut para guru untuk beradaptasi secara cepat. Karena Generasi Z dan Alfa sejak lahir sudah akrab dengan internet, teknologi, dan kecepatan informasi.
“Guru baru sebut judul pelajaran, muridnya sudah buka AI, sudah tahu semua isi materi, bahkan siap berdebat dengan gurunya. Pertanyaannya: apakah guru-guru kita siap menghadapi itu?” kata Sofyan dalam Workshop Pendidikan bertema “Inovasi Teknologi dalam Mendidik Siswa Generasi Z dan Alfa: Tantangan dan Strategi bagi Guru dan Tenaga Kependidikan” yang digelar di Hotel Le Polonia, Jalan Jendral Sudirman, Medan, Senin (27/10).
Baca: Ganjar Tekankan Kepemimpinan Strategis
Sofyan Tan juga mengingatkan di masa pandemi COVID-19 menjadi titik balik penting bagi dunia pendidikan di era digitalisasi. Saat itu, guru dipaksa beradaptasi dengan sistem pembelajaran daring.
“Sekarang, guru bukan lagi satu-satunya sumber ilmu. Guru harus menjadi fasilitator, sahabat, dan panutan yang disukai siswanya,” tegasnya.
Sofyan Tan menambahkan, anak-anak saat ini memang menguasai teknologi dan media sosial, namun belum tentu memahami literasi digital. Bisa jadi mereka pandai membaca, tapi belum tentu memahami. Ada yang memahami, tapi belum tentu bisa mengimplementasikannya. Di sinilah peran guru mengarahkan agar mereka bijak dalam bermedsos dan mampu memetik nilai positif dari teknologi.

Tak hanya soal teknologi, Sofuan Tan juga menyoroti masalah kesejahteraan guru. Ia mengungkapkan bahwa saat ini DPR tengah menyusun RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang salah satu poin pentingnya adalah peningkatan kesejahteraan dan perlindungan bagi guru.
“Guru negeri dan swasta harus sama derajatnya. Tidak boleh dibeda-bedakan. Percayalah, kami sedang memperjuangkan agar anggaran 20 persen pendidikan benar-benar dirasakan untuk kesejahteraan guru,” tegasnya.
Sofyan Tan juga menyinggung perlunya perlindungan hukum bagi guru. “Jika guru tidak sejahtera dan tidak dilindungi, profesi ini akan semakin tidak dihargai. Bisa jadi, orang tua pun enggan anaknya berjodoh dengan guru,” ujarnya setengah berkelakar.
Baca: Ganjar Nilai Ada Upaya Presiden Prabowo Rangkul PDI Perjuangan
Workshop ini juga dihadiri Widyaprada Ahli Utama Kemendikdasmen, Dr. H. Subandi, M.M, yang mengingatkan para guru agar berhati-hati menggunakan media sosial. “Banyak kasus viral yang melibatkan guru dan kepala sekolah. Jangan bermain-main dengan media sosial bila tidak menguasainya,” pesannya.
Turut hadir perwakilan Dinas Pendidikan Kota Medan Fitri Juliani Bancin, S.Pd, serta narasumber Muhammad Ardhi Fadhillah, S.Kom, dan Sengli Egani Sitepu, S.Kom., M.Kom dari Satya Terra Bhinneka, dengan moderator Abetnego Terkelin Bangun, M.Pd.
Workshop ini menjadi ajang refleksi penting bagi para guru dan tenaga kependidikan untuk menyesuaikan diri di era digital—di mana inovasi, empati, dan literasi menjadi kunci utama dalam membentuk generasi masa depan yang tangguh dan berkarakter.

















































































