Jakarta, Gesuri.id - Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur, Sri Untari Bisowarno menyatakan keprihatinannya terhadap tingginya angka anak yang belum menerima imunisasi dasar lengkap atau zero dose di Jawa Timur, berdasarkan data jumlahnya mencapai 108 ribu dengan tambahan 80 ribu anak berisiko tinggi menjadi zero dose dalam waktu dekat.
“Saya prihatin. Jawa Timur ini provinsi besar dengan penduduk nomor dua terbesar di Indonesia. Tapi kita masih dihadapkan pada kenyataan bahwa ribuan anak belum tersentuh imunisasi dasar. Ini sangat berbahaya bagi masa depan mereka dan bagi ketahanan kesehatan masyarakat kita,” ungkap Sri Untari, Selasa (21/10).
Untuk menurunkan angka tersebut, Sri Untari menyiapkan strategi percepatan dengan pendekatan holistik yang meliputi aspek geografis, struktural-data, dan sosial-kultural. Ia menilai, tantangan dalam program imunisasi tidak hanya soal logistik, tetapi juga pola pikir masyarakat.
Baca: Ganjar Tekankan Kepemimpinan Strategis
“Saya menemukan langsung di lapangan bahwa tantangan kita bukan hanya soal medan, tapi juga mindset warga. Di kecamatan-kecamatan kepulauan seperti di Sumenep, atau di wilayah pegunungan, masih banyak yang menolak atau enggan imunisasi karena alasan tradisi, ketakutan, atau minimnya informasi,” ujarnya.
Sebagai langkah awal, Sri Untari mendorong penyusunan peta mikro berbasis konektivitas posyandu agar pemetaan anak zero dose lebih akurat.
“Kita butuh database yang terkoneksi antar posyandu se-Jatim. Posyandu harus jimbang, dalam arti aktif, datanya valid, dan petugasnya kompeten. Bagi desa atau kelurahan yang belum punya posyandu, maka harus kita fasilitasi untuk didirikan. Kita tidak boleh membiarkan titik-titik gelap di peta imunisasi kita,” jelasnya.
Strategi berikutnya, adalah intervensi anggaran berbasis data. Menurutnya, Komisi E tengah mengevaluasi distribusi anggaran di Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial agar alokasinya tepat sasaran, terutama di daerah dengan beban zero dose tinggi.
“Kami lihat anggaran kerja Dinsos, Dinkes, dan juga potensi dari NGO. Kita pastikan bahwa data digunakan untuk mengambil keputusan yang akurat. Bantuan anggaran dari provinsi akan kami arahkan ke wilayah yang memang paling membutuhkan, sehingga program benar-benar efektif dan tidak sia-sia,” paparnya.
Penasihat Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jatim itu, juga menyoroti pentingnya peran masyarakat dalam upaya percepatan imunisasi. Ia mendorong pembentukan jaringan koperasi perempuan sebagai agen penjangkauan dan edukasi masyarakat.
Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo
“Melalui koperasi wanita, kita bentuk jaringan edukasi dan mobilisasi. Kita tidak bisa mengandalkan tenaga medis saja. Perempuan, ibu-ibu koperasi, adalah agen perubahan di komunitasnya. Mereka bisa membantu mempercepat edukasi dan penjangkauan,” katanya.
Selain itu, ia menegaskan perlunya kolaborasi lintas sektor dalam membangun ekosistem gotong royong antara pemerintah desa, tokoh agama, tokoh adat, tenaga kesehatan, organisasi masyarakat, dan DPRD kabupaten/kota.
“Kita tidak bisa mengandalkan Dinas Kesehatan sendirian. Kesehatan anak itu berangkat dari keluarga, dari komunitas. Pemerintah daerah dan semua elemen harus menjadi bagian dari solusi. Kita bentuk sinergi. Kita gotong royong,” tegasnya.