Jakarta, Gesuri.id - Sekjen Satu Pena, Kanti W Janis menanggapi kerusuhan bernuansa SARA yang berkobar di India baru-baru ini.
Anggota Balitbang PDI Perjuangan itu menilai, kerusuhan itu disebabkan oleh tirani mayoritas, yang memang sedang terjadi di mana-mana.
Baca: TB Hasanuddin Percaya Pemerintah India Atasi Kerusuhan SARA
"Tirani mayoritas sedang terjadi di mana-mana, demokrasi disederhanakan menjadi suara mayoritas," ujar Kanti di akun Facebooknya, baru-baru ini.
Dan celakanya, ujar Kanti, di Indonesia fenomena serupa juga terjadi.
"Di Indonesia juga tidak terhindar dari fenomena ini. Ironisnya, mayoritas Muslim di Indonesia sebenarnya jauh dari kaum khawarij yang cirinya adalah suka mengkafirkan orang lain dan merasa paling taat. Karakter mayoritas Muslim Indonesia adalah moderat. Tetapi khawarij bagaikan benalu," ujar Kanti.
Kaum Khawarij itu, lanjut Kanti, memanfaatkan data bahwa Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di dunia untuk mengancam kelompok minoritas. Padahal, di waktu bersamaan mereka mengutuk para Muslim berkarakter moderat tadi, dengan mengkafirkan atau memberi stigma sesat.
"Lihat saja kencangnya mereka menyerang NU. Coba mereka bikin sensus sendiri, bikin ciri-ciri pemeluk Islam sesuai definisi mereka. Saya yakin 100% mereka adalah minoritas" ujar Kanti.
Kerusuhan SARA di India diawali serangan terhadap kelompok Muslim penolak Undang-Undang Citizienship Amendement Bill (CAB) oleh kelompok Hindu radikal pendukung UU tersebut di awal pekan ini.
Bentrokan itu hingga kini telah menewaskan lebih dari 30 orang dari kedua belah pihak maupun polisi.
UU CAB sendiri sudah ditolak oleh kalangan Muslim sejak Desember lalu. UU CAB ini dinilai banyak pihak adalah bagian dari agenda supremasi Hindu di bawah pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi sejak berkuasa hampir 6 tahun lalu.
Modi sendiri berasal dari Partai Bharatiya Janata (BJP), partai yang berbasiskan ideologi fundamentalis Hindu.
UU CAB salah satunya berisi soal kemungkinan para imigran ilegal dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan untuk mendapatkan kewarganegaraan, terkecuali mereka yang beragama muslim
Di bawah UU ini, umat Muslim India juga akan wajib untuk membuktikan bahwa mereka memang adalah warga negara India. Sehingga ada kemungkinan warga Muslim India justru akan kehilangan kewarganegaraan tanpa alasan.
Baca: Wawasan Kesetaraan Nihil, Revisi UU Perkawinan Alot
Kanti pun mengingatkan, agar peristiwa di India tak dijadikan alasan untuk mendiskreditkan agama tertentu. Meskipun Pemerintahan fundamentalis Hindu dan kaum Hindu radikal yang menyebabkan kerusuhan SARA itu, namun bukan berarti agama Hindu salah dan seluruh umat Hindu bersalah.
"Jangan benci agamanya, benci perilakunya. Jangan salah sasaran. Agama tidak bisa dibenci, agama adalah seperangkat nilai dan aturan. Sebuah nilai tidak akan berarti apapun tanpa dihidupkan manusia. Dan dalam penerapannya tiap orang memiliki interpretasi masing-masing," papar Kanti.