Jakarta, Gesuri.id - Anggota Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Totok Hedi Santosa, menyoroti stigma lama terhadap pekerja migran Indonesia yang kini dinilai masih melekat umum di kalangan masyarakat luas. Sebab itu, ia mendesak negara agar lebih terlibat dalam merawat eks pekerja migran yang telah kembali dengan proaktif membentuk kelas menengah baru.
Totok mengritisi cara berpikir umum yang mengasosiasikan tenaga kerja Indonesia di luar negeri sebagai "pembantu". Menurutnya, persepsi ini perlu diubah karena banyak pekerja migran Indonesia yang memiliki keterampilan, kecerdasan, dan potensi besar yang belum mendapat kesempatan.
"Ini persoalan asosiasi berpikir kita. Kalau bicara tenaga kerja Indonesia, asosiasinya langsung pembantu. Padahal banyak dari mereka punya keterampilan dan kemampuan yang tinggi," ujar Totok kepada Parlementaria di sela-sela agenda Kunjungan Kerja Spesifik BAM DPR RI ke Kantor Gubernur Provinsi Jawa Timur, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur, Kamis (22/5/2025).
Tidak henti, ia menceritakan sejarah migrasi tenaga kerja Indonesia yang awalnya hanya mengikuti keluarga kaya lokal sebagai pekerja rumah tangga tanpa upah di era 60-an, lalu perlahan berubah menjadi pencari nafkah ke kota besar dan luar negeri sejak tahun 70-an. Lalu, jelasnya, kini muncul fenomena baru, yaitu eks pekerja migran yang pulang dengan modal dan membentuk koperasi atau usaha mandiri.
Totok melihat ini sebagai peluang besar jika negara hadir memberikan dukungan berkelanjutan.
“Kalau tidak dirawat, mereka yang sudah naik kelas bisa kembali jatuh miskin. Anak-anak mereka pun akan dipersiapkan kembali jadi pekerja migran. Ini siklus yang harus diputus,” tegasnya.
Maka dari itu, ia meminta pemerintah tidak hanya mengapresiasi namun juga mengadvokasi eks pekerja migran agar mereka bisa berkontribusi lebih besar di daerah asalnya. Menurutnya, dukungan seperti dana khusus atau bahkan regulasi baru dibutuhkan agar eks pekerja migran dapat terus berkembang secara ekonomi dan menciptakan efek berganda (multiplier effect) di masyarakat.
Baginya, pemikiran ini menjadi refleksi penting bagi arah kebijakan ketenagakerjaan dan perlindungan pekerja migran Indonesia ke depan.
"Kenapa kita begitu bangga kerja di luar negeri? Kecuali kalau jadi dosen atau engineer. Harusnya mereka bisa sukses juga di dalam negeri," pungkas Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu.