Ikuti Kami

Ungkap Para Dokter di Pelatihan Asisten Nakes PDI Perjuangan

Pandemi COVID-19 dinamis, semua pihak dituntut selalu belajar

Ungkap Para Dokter di Pelatihan Asisten Nakes PDI Perjuangan
Pelatihan Asisten Tenaga Kesehatan (Nakes) yang digelar oleh DPP PDI Perjuangan dari Gedung Sekolah Partai, di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (2/8). (Istimewa)

Jakarta, Gesuri.id - Pandemi COVID-19 masih terus berlangsung dengan situasi yang dinamis. Semua pihak dituntut untuk selalu belajar dan bisa menangani pandemi ini secara bersama-sama. 

Hal itu mengemuka dalam pelatihan asisten tenaga kesehatan (Nakes) yang digelar oleh DPP PDI Perjuangan dari Gedung Sekolah Partai, di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Senin (2/8). 

Baca: Hasto: Emas Greysia Polii & Apriyani Rahayu, Kado HUT RI

Kepala Satgas COVID-19 RSPAD Gatot Subroto, I Wayan Agus, menjelaskan bahwa pandemi covid-19 ini memiliki karakter berbeda dengan kasus SARS dan MERS yang terjadi sejak awal tahun 2000-an. COVID-19 jadi lebih berbahaya karena penularannya antar manusia, beda dengan SARS dan MERS yang penularannya dari hewan ke manusia. Sifat mutasi covid-19 lebih cepat, tingkat penularan lebih cepat, sehingga korban meninggal lebih banyak. 

COVID-19 juga berbeda dengan pandemi cacar, yang penyakitnya mudah dilihat. COVID-19 memiliki karakter klinis yang bervariasi. Selain itu, COVID memiliki banyak varian, berbeda dengan cacar. Untuk catatan, vaksin cacar ditemukan tahun 1700-an, namun pandemi bisa diatasi setelah hampir 200 tahun. 

Sampai saat ini, angka positivity rate Indonesia di angka 19,1, sementara standar WHO bahwa pandemi terkendali adalah bila angkanya adalah 5 persen. 

"Maka ini masih sangat mengkhawatirkan di Indonesia. Secara epidemiologi, status kita masih merah. Walau tingkat kepenuhan ruang perawatan sudah berkurang," kata I Wayan Agus. 

I Wayan Agus juga memaparkan pengalaman pihaknya bersentuhan di lapangan dengan kasus-kasus COVID-19. Bagaimana ada sejumlah ciri khas awal penderita COVID seperti sesak, batuk, dan demam. Namun ketika penyakit terus berlanjut, akan memunculkan berbagai macam penyakit ikutan. 

"Semua sistem organ bisa diserang oleh COVID. Kalau di otak bisa timbulkan stroke, kejang. Kalau mata bisa menyebabkan mata merah. Kardiovaskuler bisa tingkatkan risiko pembekuan darah, dan lain-lain. Inilah klinis COVID yang kadang sangat sulit dideteksi. Tak sekedar di paru atau pernapasan," beber I Wayan Agus. 

"Itu makanya kami di lapangan menyebutnya penyakit 1000 wajah. Karena foto rontgen bisa jadi apa saja, penyakit penyertanya juga muncul. Kita ibarat meraba wajah dalam gelap. Bisa dari sisi mana saja karena memunculkan berbagai masalah yang bisa muncul. Itu masalah klinis yang dihadapi," tambahnya. 

Namun yang jelas, pihaknya menyimpulkan bahwa proses menangani pandemi COVID-19 akan dinamis dan takkan selesai dalam satu-dua tahun. 

"Kesimpulannya COVID sangat dinamis, dan terus bermutasi. Vaksin kita harapkan menjadi game changer yang membuatnya end game. Yang jelas, kita dituntut selalu belajar bagaimana menangani COVID ini bersama-sama," tukas I Wayan Agus. 

Baca: Di Pelatihan Nakes PDI Perjuangan, Kata Menkes Soal COVID

Dr. Meta Melviana, yang berpengalaman menangani pasien COVID, mengatakan pihaknya mengapresiasi inisiasi PDIP melaksanakan pelatihan nakes. Dengan pelatihan ini, pihaknya berharap para asisten nakes memiliki kompetensi. 

"Diharapkan asisten nakes memiliki kompetensi pengetahuan, kompetensi keterampilan, kompetensi sikap, dan kompetensi kemampuan bekerja dalam tim," kata Meta. 

Meta juga menceritakan berbagai pengalamannya menyembuhkan para pasien covid yang dirawatnya. Satu yang menarik adalah ketika Meta menyebut mayoritas pasiennya sembuh, namun ada juga yang meninggal. Dan yang wafat ini karena kondisi semakin memburuk namun menolak untuk dirawat di rumah sakit. 

"Jika memang semakin memburuk, harus dibawa dan dirawat di rumah sakit. Pasien saya yang meninggal itu yang menolak untuk dibawa dan dirawat di rumah sakit," kata Meta. 

Dia juga mengaku pernah terpapar COVID-19. Satu yang dialami oleh Meta, dirinya mengalami kondisi makin parah karena mengalami stres. Sebab saat terkena COVID-19, dirinya masih tetap harus melayani pasien yang dirawatnya, dan sibuk mengalihkannya kepada para rekan dokternya. Akhirnya imun tubuhnya makin menurun. Situasi berubah ketika Meta akhirnya mematikan semua alat komunikasi dan berusaha meningkatkan imun tubuhnya lewat mental yang lebih kuat. 

"Jadi bagi yang kena covid, tak boleh sampai stres supaya imunnya menguat dan bisa sembuh. Tentu saja ada komorbid dan berat badan berlebihan juga mempengaruhi proses penyembuhan," kata Meta. 

Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Ribka Tjiptaning mengatakan bahwa pelatihan asisten nakes ini mengatakan sharing pengalaman tersebut akan sangat bermanfaat bagi para peserta pelatihan. Sebab para peserta akan diintegrasikan dengan Satgas COVID-19 di wilayahnya masing-masing. Mereka akan bertugas di lapangan. 

"Sehingga para peserta pelatihan ini mendapat pengalaman dan tips dalam menghadapi penderita covid. Gizinya bagaimana, kalau darurat, obatnya bagaimana. Ini saling berbagi pengalaman," kata Ribka. 

Baca: Bukan Motif Elektoral, Latihan Asisten Nakes Wujud Manusiawi

Sekjen DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa usai pelatihan ini, peserta akan dibuatkan pusat komunikasi untuk terus saling berbagi pengalaman dalam melakukan tindakan di lapangan. 

"Meski pelatihan ini dilakukan oleh PDI Perjuangan, tapi rekrutmennya terbuka. Karena yang penting itu kerja kemanusiaan. Kita harus bersama-sama sebagai warga bangsa. Ini juga yang jadi pesan Ibu Megawati Soekarnoputri," kata Hasto. 

Pelatihan itu digelar dari Gedung Sekolah Partai PDI Perjuangan di Jalan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Bersama Hasto, hadir Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Kesehatan, Perempuan, dan Anak, Sri Rahayu, dan Ribka Tjiptaning. Ketua Umum Megawati Soekarnoputri hadir secara virtual.

Quote