Jakarta, Gesuri.id - Politisi senior PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno mengusulkan sistem campuran pada Pemilu Legislatif (Pileg). Sistem campuran dinilai mengakomodir sistem pemilihan proporsional terbuka, dan sekaligus proporsional tertutup.
Hendrawan mengaku lebih condong menerapkan sistem campuran seperti yang diterapkan di Jerman untuk memilih wakil rakyat di parlemen. Yaitu, sistem daerah pemilihan dengan pemenang terbanyak, dan sistem proporsional daftar partai politik.
"Sehingga, setiap pemilih memiliki dua suara; satu untuk kandidat di daerah pemilihan lokal dan satu untuk daftar partai,” kata Hendrawan kepada Rakyat Merdeka, Kamis (7/8/2025).
Baca: Ganjar Miliki Kenangan Tersendiri Akan Sosok Kwik Kian Gie
Menurut Hendrawan, sistem pemilihan campuran (mixed) seperti yang diterapkan di Jerman, merupakan pilihan yang ideal. Wakil-wakil yang duduk di parlemen, kata dia, merupakan gabungan dari preferensi partai dan preferensi pasar.
"Jadi pakai klausul selang seling. Jika hanya dapat satu kursi, maka otomatis nama nomor urut. Yang kedua dipilih suara terbanyak. Begitu seterusnya,” jelasnya.
Perdebatan sistem proporsional tertutup maupun terbuka, kata Hendrawan, sudah tidak produktif lagi. Politisi partai berlambang Banteng ini mengatakan, setiap pendukung sistem pemilihan tersebut memiliki referensi dan pendapat masing-masing.
“Yang pro proporsional tertutup, alasannya amanat Undang Undang Dasar (UUD) 1945 yang menyatakan, peserta pemilu lefislatif adalah partai politik,” katanya.
Kemudian, proporsional tertutup juga, kata Hendrawan, dapat mencegah deparpolisasi atau menjauhkan masyarakat dengan parpol akibat caleg lebih fokus berkampanye untuk dirinya sendiri, ketimbang untuk parpol yang mengusungnnya.
Baca: Ganjar Harap Kepemimpinan Gibran Bisa Teruji
“Termasuk, menekan biaya kontestasi politik dan memberi ruang kepada kader yang bermodal cekak untuk berkiprah,” katanya.
Sementara, para pendukung proporsional terbuka mengklaim, pencalonan individu tetap menggunakan wahana partai politik. Sekaligus, kata Hendarawan, menjadi penangkal oligarki kekuasaan partai yang menentukan siapa yang duduk di parlemen.
“Termasuk, ada kekhawatiran, partisipasi pemilih rendah, karena yang bergerak aktif hanya calon-calon potensial saja,” tutup Hendrawan.