Ikuti Kami

Ketua KPK Bermain Politik, Usul Presidential Threshold 0%

Ketua KPK harusnya fokus saja pada tugas utamanya melakukan penegakan hukum.

Ketua KPK Bermain Politik, Usul Presidential Threshold 0%
Ilustrasi. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri.

Malang, Gesuri.id - Wakabid DPC PDI Perjuangan Kabupaten Malang Abdul Qodir menegaskan pernyataan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri soal ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold seharusnya bukan 20 persen melainkan 0 persen, sudah keluar dari tugas, pokok, dan fungsi Firli sebagai pimpinan KPK. 

Baca: Anies Diminta Stop Program Dari Pendopo! Fokus ke DKI Saja

“Pernyataan Pak Firli terkait maraknya trend prilaku koruptif pejabat negara karena sistem politik yang mempersyaratkan ambang batas pencalonan, dengan mengusulkan presidential threshold 0%, menurut saya sudah lompat kamar,” ujarnya Presiden Jaringan Satu Indonesia (JSI), Abdul Qodir itu, Kamis (16/12).

Pria yang akrab disapa Chak Adeng ini mengatakan bahwa pernyataan Firli lebih kepada pernyataan politik.

“Kenapa demikian, sebab saat menyampaikan pernyataan, dia tidak menyertakan dasar bahwa itu hasil kajian komprehensif Litbang KPK,” bebernya.

Menurut Chak Adeng, Ketua KPK harusnya fokus saja pada tugas utamanya melakukan penegakan hukum.

“Beda soal jika dia sadar bahwa jabatan dia sebagai Ketua KPK akan berakhir di tahun 2023 lantas dia mencari peruntungan baru dengan sign kanan belok kiri, banting setir sebagai politisi,” paparnya.

Seperti diketahui bersama, dalam hitungan hari, Indonesia akan memasuki tahun politik, sedangkan presidential threshold adalah produk politik (UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu).

“Kalau kemudian Ketua KPK masuk pada wilayah politik, maka sebagai rakyat wajib mewaspadai, karena akan muncul kekhawatiran bahwa produk KPK kedepan bukan lagi murni penegakan hukum, tapi ada tendensi kepentingan dari ambisi politik pribadi pimpinannya, dan jika itu terjadi sangat berbahaya, hati-hati saja para politisi, akan ada operasi senyap pembunuhan karakter,” tegasnya.

Chak Adeng menambahakan, jika Firli bicara biaya politik tinggi yang berdampak pada perilaku korupsi menurutnya masih relevan, akan tetapi menurutnya kontestasi dengan biaya tinggi merupakan konsekuensi dari syarat keterpilihan, sementara presidential threshold adalah syarat ambang batas pencalonan, menurutnya, itu dua hal yang berbeda.

“Biaya tinggi tidak serta merta di konklusikan sebagai penyebab utama trend budaya koruptif pejabat negara ataupun politisi, semua tergantung dari mental personnya, sebagus apapun sistemnya jika mental personnya kacau hasilnya ya akan kacau begitupun sebaliknya, sejelek apapun sistem nya jika mental person nya bagus, maka masih ada harapan kehidupan bernegara akan baik-baik saja,” urainya.

Pria yang juga menjabat Wakabid DPC PDI Perjuangan Kabupaten Malang itu menyayangkan banyaknya cibiran bahkan menolak Revolusi Mental yang digaungkan Presiden Joko Widodo.

“Harusnya Firli membawa lembaga KPK fokus mengintip mereka yang menolak Revolusi Mental, sebab tidak menutup kemungkinan mereka yang menolak adalah pejabat atau politisi yang menikmati kebobrokan,” pungkasnya.

Baca: MUI Haramkan Ucap Natal, EGP! Rakyat Tetap Dukung Jokowi

Terakhir, Abdul Qodir berpesan dan menyarankan agar Ketua KPK Firli Bahuri magang di pegadaian, agar bisa mengatasi masalah tanpa masalah.

“Harusnya Pejabat Negara yang suka menyampaikan pernyataan Halu, perlu ikut asesmen dari Jawatan Pegadaian, supaya dia paham dengan konsep ‘Mengatasi Masalah Tanpa Masalah’, dengan begitu dia bisa sadar bahwa KPK bukanlah Partai Politik yang sedang berupaya mencalonkan ketuanya sebagai Presiden dengan mengusulkan presidential threshold 0% yang telah memunculkan permasalahan baru, kegaduhan baru,” tutupnya. Dilansir dari siperjuanganid.

Quote