Ikuti Kami

Mahfud Beberkan Penyebab Belum Rampungnya Masalah Tanah Adat 

Mahfud menyebut data Kemenko Polhukam tercatat 2.587 kasus tanah adat hingga tahun 2024.

Mahfud Beberkan Penyebab Belum Rampungnya Masalah Tanah Adat 
Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 3, Mahfud MD.

Jakarta, Gesuri.id - Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 3, Mahfud MD membeberkan masalah tanah adat di Indonesia belum kunjung rampung. 

Mahfud menyebut data Kemenko Polhukam tercatat 2.587 kasus tanah adat hingga tahun 2024.

BaCa: Lima Kelebihan Gubernur Ganjar Pranowo

“Saya ingin memulai masalah ini dengan pengalaman. Bahwa, saat ini di tahun 2024 ini berdasarkan rekapitulasi yang dibuat oleh Kemenko Polhukam dari 10.000 pengaduan, itu 2.587 adalah kasus tanah adat. Jadi ini memang masalah besar di negeri ini,” kata Mahfud dalam debat keempat Pilpres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Minggu (21/1).

Mahfud pun mengatakan bahwa aturan mengenai masalah tanah adat ini sudah dilaksanakan namun justru aparatnya tidak melaksanakan aturannya. 

“Ada orang yang mengatakan ada aturannya kan sudah ada, tinggal laksanakan, tidak semudah itu. Justru ini aparatnya yang tidak mau melaksanakan aturan, akalnya banyak sekali.”

Lebih lanjut, Mahfud pun mengutip dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa penguasaan tanah jenis tambang sangat berbahaya. 

“Itu 4 hari yang lalu ketika kami ketemu di KPK, Saya ulangi KPK mengatakan itu bahaya itu penguasaan tanah tapi jenis-jenis tambang.”

“Oh sudah di sudah dicabut nih, saya nih pengalaman saya juga ada sudah dicabut oleh Mahkamah Agung, tidak dilaksanakan sampai setahun setengah, IUP tadi yang dikatakan oleh Mas Gibran. Ada perintah dari Mahkamah Agung di sana dicabut ini IUP sudah inkrah satu setengah tahun tidak jalan,” kata Mahfud.

BaCa: 3 Bandara Dibangun di Era Ganjar

Namun permasalahannya, kata Mahfud, saat dirinya sebagai Menko Polhukam mengirimkan petugas ternyata dipindah tugaskan. 

“Ketika kita ngirim orang ke sana petugasnya tiba-tiba dipindah, yang baru ditanya kami tidak tahu. Padahal sudah terjadi eksploitasi, eksploitasi terhadap tambang-tambang nikel kita misalnya.”

“Nah, oleh sebab itu kalau ditanyakan apa yang harus kita lakukan? Strateginya adalah penertiban birokrasi pemerintah dan aparat penegak hukum karena kalau jawabannya laksanakan aturan itu normatif. Jadi kalau aparat penegak hukum itu hanya orang paling atas yang bisa memerintahkan siapa pimpinan penegak hukum itu,” pungkasnya.

Quote