Jakarta, Gesuri.id - Menteri Hukum dan HAM (Menkum HAM) Yasonna H. Laoly merespon keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghidupkan kembali peraturan yang melarang mantan narapidana (napi) koruptor maju di Pilkada.
Yasonna menegaskan, penghilangan hak tertentu dari warga Negara harus didasari oleh Undang-Undang (UU).
Baca: Yasonna: Arab Saudi Kemungkinan Cekal Rizieq Shihab
Hal itu dikatakan Yasonna seusai Rapat Kerja (Raker) dengan Badan Legislasi DPR-RI di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/12).
“Sekarang kita lihat, di UU Pemilu ketentuan itu tidak ada. Ada juga putusan MK mengenai itu. Jadi biasakan kita tertib dalam hukum,” papar Yasonna.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) memang sudah menolak permohonan uji Pasal 182 Huruf g dan Pasal 240 Ayat (1) Huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait aturan mantan narapidana yang menjadi peserta pemilu.
Dengan adanya putusan MK itu, mantan narapidana korupsi bisa menjadi peserta pemilu.
Yasonna melanjutkan, partai-partai politik telah berusaha untuk tidak mencalonkan para mantan narapidana korupsi. Karena itu, lanjut Yasonna, terkait hal itu biarkanlah mekanisme di partai-partai politik yang bekerja.
“Jadi sudahlah, aturan itu baik, tapi UU tak mengatur soal itu. Padahal, untuk menghilangkan hak tertentu dari warga Negara, harus diatur UU. Itu esensinya,” papar Yasonna.
Baca: Catat! Pemerintah Tak Halangi Kepulangan Rizieq Shihab
Seperti diketahui, KPU membuat aturan atau Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) yang melarang mantan narapidana koruptor maju di Pilkada. Hal tu dilakukan KPU untuk menyongsong Pilkada Serentak 2020 mendatang.
Aturan itu dituangkan dalam Peraturan KPU nomor 18 tahun 2019 tentang perubahan kedua atas PKPU nomor 3 tahun 2017 tentang pencalonan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, dan/atau wali kota dan wakil wali kota.