Jakarta, Gesuri.id – Politisi PDI Perjuangan dan Aktivis 98, Ansy Lema, menegaskan bahwa pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden Soeharto akan menjadi bentuk penegasian terhadap semangat Reformasi 1998, gerakan yang menumbangkan rezim Orde Baru dan membuka jalan bagi demokrasi di Indonesia.
“Kalau usulan itu diterima, berarti kita menegasikan semangat reformasi 98. Reformasi adalah kritik total terhadap rezim totaliter Orde Baru, yang melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan, demokrasi, dan korupsi dalam skala besar,” ujar Ansy dalam program Kompas Petang, Minggu (26/10/2025).
Menurut Ansy, sejarah mencatat bahwa Soeharto turun dari jabatan bukan karena keikhlasan, melainkan karena tekanan gerakan rakyat dan mahasiswa yang menuntut perubahan. “Soeharto mundur karena dipaksa oleh rakyat yang sudah muak dengan penyimpangan kekuasaan selama 32 tahun,” tegasnya.
Ia menilai, pengusulan gelar tersebut merupakan upaya pengaburan sejarah yang berbahaya. “Bangsa yang besar bukan hanya belajar dari kisah heroiknya, tetapi juga dari luka sejarahnya. Luka Orde Baru harus menjadi pelajaran agar kita tidak terjebak dalam kesalahan yang sama,” ujar Ansy.
Ansy juga mengkritik adanya indikasi upaya penulisan ulang sejarah yang berpotensi memutihkan masa kelam Orde Baru. Ia menilai langkah-langkah seperti itu bisa melemahkan semangat reformasi dan menyesatkan generasi muda.
“Reformasi hadir agar kekuasaan tidak lagi absolut. Kita harus meletakkan sejarah secara objektif, bukan dengan manipulasi atau glorifikasi,” tutupnya.

















































































