Ikuti Kami

Ini Upaya Kartini Bangun Wawasan Kebangsaan   

Buku biografi Kartini karya Pramoedya Ananta Toer mengungkapkan upaya Kartini dalam membangun wawasan kebangsaan.

Ini Upaya Kartini Bangun Wawasan Kebangsaan   
Buku biografi Kartini karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Panggil Aku Kartini Saja.

Jakarta, Gesuri.id - Tokoh muda PDI Perjuangan Zuhairi Misrawi menilai buku biografi Kartini karya Pramoedya Ananta Toer yang berjudul Panggil Aku Kartini Saja sangat menarik. 

Pria yang akrab disapa Gus Mis itu menilai Pram tidak hanya menulis sosok pribadi Kartini saja, tetapi sekaligus pergulatan Kartini pada zaman penjajahan.

Baca: Eko Harapkan Generasi Muda Selalu Amalkan Pancasila

Dalam karya itu, juga diulas upaya Kartini membangun rasa cinta Tanah Air sekaligus semangat perlawanan pada penjajahan.

"Pram dalam bukunya ini menyatakan, bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah Kartini itu sendiri. Sebab itu sejatinya, siapapun yang ingin mengetahui sejarah bangsa dan negerinya harus mengetahui sosok Kartini," kata Gus Mis, sebagaimana ditulis dalam akun Facebooknya, baru-baru ini. 

Ulasan Pram itu, lanjut Gus Mis, menyiratkan betapa pentingnya sosok Kartini dalam membangun wawasan kebangsaan dan kemanusiaan. Dia kerap mengutip pernyataan Multatuli, seorang penulis Belanda, bahwa tugas manusia adalah menjadi manusia.

"Pesan tersebut terasa relavan hingga saat ini. Wawasan kebangsaan kita kian rapuh karena kita belum menyadari, bahwa kita semua manusia ciptaan Tuhan. Kita ini khalifah karenanya harus bertindak sebagai khalifah dengan mengedapan cinta, bukan diskriminasi," papar Gus Mis.

Karena itu, tambah Gus Mis, sepatutnya buku ini dibaca oleh generasi muda, para guru, penceramah, dan kaum cerdik-cendikia. 

"Agar kita semua tahu bahwa ratusan tahun yang lalu, Kartini sudah meletakkan fondasi dan nalar kebangsaan yang mengedepankan kemanusiaan," kata Gus Mis, yang juga intelektual muda Nahdlatul Ulama (NU) ini. 

Panggil Aku Kartini Saja adalah salah satu karya Pram yang fenomenal. Pram sendiri sejatinya merupakan pejuang anti penjajahan, yang sudah berjuang melawan penjajahan sejak era Jepang. 

Di era pemerintahan Bung Karno, Pram terus berjuang melawan segala hal yang dia anggap tak benar. Dia bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), sebuah organisasi seniman dan budayawan yang berhaluan kerakyatan. 

Baca: Puan Minta Pancasila dan Keislaman Jangan Dipertentangkan

Berkuasanya rezim Soeharto menandakan terpasungnya kebebasan Pram. Keterlibatannya dengan Lekra membuat Pram dituduh rezim Soeharto sebagai PKI. Dia pun dibuang ke Pulau Buru pada 1969. 

Hingga kini, Pram sudah menulis lebih dari 50 buku fiksi maupun non-fiksi. Banyak diantara karyanya bernuansa perlawanan terhadap penjajahan, feodalisme dan diskriminasi.

Quote