Jakarta, Gesuri.id - Di Jalan Kramat Raya No. 106, Jakarta, berdiri sebuah bangunan yang menjadi saksi lahirnya semangat persatuan bangsa: Museum Sumpah Pemuda. Dahulu, tempat bersejarah ini hanyalah sebuah rumah pondokan bagi pelajar dan mahasiswa, milik seorang warga Tionghoa bernama Sie Kong Lian.
Sejak tahun 1925, Gedung Kramat 106 menjadi tempat tinggal bagi pelajar yang tergabung dalam organisasi Jong Java. Mereka kebanyakan merupakan mahasiswa Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (STOVIA) dan Rechts Hogeschool (RHS), sekolah tinggi hukum di Batavia.
Gedung berukuran sekitar 460 meter persegi itu disewa karena pondokan lama di kawasan Kwitang sudah terlalu sempit untuk menampung aktivitas mereka. Di sinilah para anggota Jong Java mengadakan kegiatan kepanduan, latihan kesenian Jawa yang dikenal dengan nama Langen Siswo, serta diskusi politik yang hangat di tengah masa kolonial.
Para penghuni membayar sewa sebesar 12,5 gulden per bulan—setara dengan harga sekitar 40 liter beras kala itu. Mereka juga mempekerjakan seorang pengurus rumah tangga bernama Bang Salim, yang menjadi saksi keseharian para pemuda pergerakan tersebut.
Markas Perhimpunan Pelajar dan Lahirnya Gagasan Besar
Setahun kemudian, sekitar 1926, penghuni Gedung Kramat 106 semakin beragam. Bukan hanya dari Jong Java, tapi juga dari berbagai daerah dan organisasi pemuda lain. Mereka aktif dalam bidang kesenian, olahraga, dan tentu saja, pergerakan kebangsaan.
Di sinilah berdiri Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), organisasi yang menjadi wadah bagi para mahasiswa progresif. Gedung ini pun dijadikan markas besar PPPI sekaligus kantor redaksi majalah Indonesia Raya yang dikelola oleh organisasi tersebut.
Para pemuda kerap mengundang tokoh nasional seperti Soekarno untuk berdiskusi mengenai arah perjuangan bangsa. Karena sering menjadi tempat pertemuan antarorganisasi pemuda dari seluruh Nusantara, sejak 1927 gedung ini resmi diberi nama Indonesische Clubhuis, atau Gedung Pertemuan Indonesia.
Dalam Bayang-Bayang Pengawasan Kolonial
Aktivitas para pemuda di Kramat 106 tak luput dari pengawasan pemerintah Hindia Belanda. Walau secara hukum penduduk berusia di atas 18 tahun diperbolehkan mengadakan rapat, pemerintah kolonial kerap memberlakukan vergader-verbod, yakni larangan rapat jika dianggap membahayakan kekuasaan.
Setiap pertemuan harus mendapat izin dari polisi dan diawasi ketat oleh Politieke Inlichtingen Dienst (PID), dinas intelijen politik Belanda. Termasuk ketika Kongres Pemuda II berlangsung di gedung ini pada 27–28 Oktober 1928—kongres yang kemudian melahirkan ikrar bersejarah: Sumpah Pemuda.
Setelah 1934, penghuni Kramat 106 tidak lagi memperpanjang masa sewanya. Gedung itu sempat disewakan kepada Pang Tjem Jam (1937–1951), lalu kepada Loh Jing Tjoe, yang menggunakannya sebagai toko bunga dan hotel.
Pada 1951–1970, gedung ini beralih fungsi menjadi kantor Inspektorat Bea dan Cukai. Meski aktivitas pergerakan sudah lama berhenti, nilai sejarah bangunan itu tetap melekat.
Dari Gedung Kramat 106 Menjadi Museum Sumpah Pemuda
Upaya pelestarian baru dimulai pada akhir 1960-an. Tokoh nasional Sunario, yang juga pernah terlibat dalam Kongres Pemuda, menggagas agar bangunan bersejarah itu dikembalikan ke bentuk aslinya dan dikelola oleh Pemerintah DKI Jakarta.
Usulan tersebut diterima. Gedung Kramat 106 dipugar oleh Pemda DKI Jakarta pada 3 April–20 Mei 1973, lalu diresmikan oleh Gubernur Ali Sadikin sebagai Gedung Sumpah Pemuda. Setahun kemudian, Presiden Soeharto turut meresmikan kembali pada 20 Mei 1974, mempertegas statusnya sebagai monumen nasional perjuangan pemuda.
Kini, Museum Sumpah Pemuda dikelola oleh Kementerian Kebudayaan. Di dalamnya tersimpan berbagai artefak, foto, dan dokumen yang merekam perjuangan para pemuda Indonesia dalam menegakkan semangat persatuan.
Bangunan ini bukan sekadar saksi bisu sejarah, melainkan rumah bagi lahirnya sebuah bangsa—tempat di mana para pemuda dari berbagai latar bersatu, menyingkirkan perbedaan, dan bersumpah demi satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia.
*Tulisan ini merupakan rangkaian kegiatan Merah Muda Fest 2025 untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda 2025 yang akan diselenggarakan Selasa 28 Oktober 2025 di Sekolah Partai DPP PDI Perjuangan Jakarta dan Sabtu 1 November 2025 di GOR Among Rogo Yogyakarta.