Ikuti Kami

PNI, Manifestasi Perlawanan Bung Karno Pada Kolonialisme

Kepada Cindy Adams, Bung Karno menjelaskan tentang membagi kehidupan masa mudanya dalam tiga fase.

PNI, Manifestasi Perlawanan Bung Karno Pada Kolonialisme
Presiden Pertama RI Soekarno.

Jakarta, Gesuri.id - Bung Karno adalah pemimpin sekaligus pejuang negeri yang telah melalui beragam fase kehidupan.  Kepada Cindy Adams, Bung Karno menjelaskan tentang membagi kehidupan masa mudanya dalam tiga fase. Dan semua fase itu terjadi dalam hitungan windu. 

Windu pertama, antara 1901 sampai 1909, adalah masa kanak-kanak. Lalu windu kedua, antara 1910 sampai 1918, adalah masa pengembangan diri. Kemudian windu ketiga, antara 1919 sampai 1927, erupakan saat yang terpenting dari masa mudanya. Ketika itu, dia berkuliah di Bandung dan 'bergaul' dengan pemikiran dari beragam tokoh.  

Baca: Djarot Beberkan Kekejaman Orba Terhadap Makam Bung Karno

Dan pada masa ini jugalah, dirinya terjun ke dunia politik pergerakan.

 “Demikianlah, di malam terang bulan yang penuh gairah aku malahan lebih memikirkan isme daripada memikirkan Inggit. Pada waktu anak-anak muda yang lain asyik memadu cinta, aku meringkuk dengan Das Kapital,” kata Bung Karno sebagaimana dikutip Cindy Adams dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia (2014: 91). 

Pada 1926  Bung  Karno menyaksikan dua kekuatan politik antikolonial, yakni Sarekat Islam dan PKI tumbang. Para aktivis pergerakan pun tiarap karena represi pemerintah kolonial. Hal itu membuat persatuan diantara para aktivis pergerakan menjadi sesuatu yang mahal. 

Bung Karno pun terdorong untuk menulis artikel “Nasionalisme, Islamisme, Marxisme” di majalah Indonesia Moeda pada akhir 1926. Dalam artikel itu Bung Karno mengimbau para aktivis dari ketiga ideologi tersebut untuk menyingkirkan perbedaan dan bersatu guna mencapai cita-cita Indonesia merdeka. 

Bung Karno percaya bahwa nasionalisme bisa jadi perekat kelompok yang terpecah-belah itu. Maka, di awal usia 26, Bung Karno pun memutuskan terjun dalam dunia pergerakan nasional dengan mengusung ideologi nasionalisme. 

“Aku siap sekarang. Waktunya telah tiba bagiku untuk mendirikan partai sendiri,” demikian tekad Bung Karno (hlm. 93). 

Bersama kawan-kawannya, Bung Karno menghendaki organisasi nasionalis yang agitatif dan bersifat nonkooperasi.

Maka, pada 4 Juli 1927, suatu rapat penting digelar di Regentsweg nomor 22, Bandung. Hadir dalam rapat itu Bung Karno dan para aktivis pergerakan seperti Iskaq, Sartono, Budiarto, Sunarjo, Anwari, dokter Tjipto, dan Samsi Sastrowidagdo. Rapat berakhir dengan pendirian organisasi bernama Perserikatan Nasional Indonesia (PNI). 

"Tujuan dari PNI adalah kemerdekaan sepenuhnya--SEKARANG. Bahkan pengikut-pengikutku yang paling setia gemetar mendengar sikapku yang radikal ini," ujar Bung Karno sebagaimana diungkapkannya kepada Cindy Adams .

Dalam rapat itu, Bung Karno dipilih sebagai ketua. Bung Karno dianggap figur paling populer, paling aktif, dan punya segala kemampuan untuk menggaet massa dibandingkan para pendiri yang lain. Sementara itu Iskaq duduk sebagai sekretaris merangkap bendahara. 

Baca: Kisah Persahabatan Bung Karno dengan Rohaniwan Katolik

Pemerintah kolonial sudah pasti mengamati dengan cermat perkembangan PNI. Khawatir pada pengaruhnya yang kian membesar, pada akhir 1928, Pemerintah kolonial mulai mengambil tindakan keras pada PNI.

Saat itu memang Bunhg Karno dan juru pidato PNI lainnya kian gencar mengampanyekan kemerdekaan. Rapat-rapat umum yang dipenuhi massa sering digelar PNI dan dihadiri Bung Karno. Orang-orang PNI bahkan semakin berani menyanyikan "Indonesia Raya" dalam rapat-rapat itu. Wajar bila pemerintah kolonial jengkel pada PNI. 

Walhasil, Bung Karno dan pengurus PNI lainnya pun ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara pemerintah Kolonial.

Quote