Jakarta, Gesuri.id - Kiprah politik Mahfud MD memang tak perlu diragukan lagi, mulai dari kursi eksekutif, legislatif, yudikatif hingga menteri sudah pernah dicicipinya. Kini Mahfud MD melangkah lebih jauh setelah dipilih menjadi bakal calon wakil presiden (bacawapres) pendamping Ganjar Pranowo.
Jika informasi kiprah politik Mahfud MD bisa ditemukan dengan mudah, tidak dengan informasi soal masa kecilnya. Tak pelak banyak orang yang kemudian penasaran dengan kehidupan masa kecil Mahfud MD.
Kehidupan masa kecil Mahfud MD ini bisa dibilang cukup sederhana, dan tidak berada di bawah garis kemiskinan. Ayahnya yang seorang pegawai negeri sipil (PNS) bisa menghidupi keluarga dari gajinya.
Mahfud MD lahir di Omben, Sampang, Madura. Saat berusia dua bulan, keluarganya bermigrasi ke Waru, Pamekasan. Di sana, Mahfud menghabiskan masa kecil dan masa remajanya.
Masa kecil Mahfud MD
Pandai mengaji
Lahir dan besar di keluarga yang kental dengan Islam, Mahfud MD sudah memiliki minat tinggi soal mengaji saat masih berusia 5 tahun. Bahkan saat berusia 7 tahun, Mahfud sudah lancar mengaji mengalahkan teman-teman seusianya.
Kemahiran Mahfud MD ini berawal dari kebiasannya berada di surau sejak kecil. Sehingga lama-kelamaan dia terbiasa untuk memahami materi mengaji.
Rangkap sekolah
Karena kemampuan mengajinya yang mumpuni, Mahfud MD memutuskan untuk bersekolah di dua tempat. Dia memang mengenyam pendidikan sekolah dasar di sekolah negeri, namun dia juga mengikuti pendidikan di madrasa ibtidaiah milik Pondok Pesantren Al-Mardhiyyah.
Saat berada di kelas 5 sekolah dasar, Mahfud MD harus rela dipindahkan ke Pondok Pesantren Somber Lagah pimpinan Kyai Mardhiyyan di Tagangser laok. Tentu saja Mahfud menjadi sering kurang tidur karena harus rangkap sekolah.
Meski banyak kegiatan, Mahfud MD sangat menikmatinya. Pasalnya, dia bisa berkumpul dengan teman-temannya.
Nekat langgar aturan
Saat berada di pondok pesantren, Mahfud MD mengaku mendapat banyak larangan untuk bermain musik dan bermain gamelan. Bahkan dia sampai dilarang membaca komik sesuai aturan dari pondok pesantrennya.
Karena penasaran, Mahfud MD nekat melanggar aturan demi bisa bermain seruling, gamelan, dan ludhruk. Mahfud MD pun sampai harus dijemput oleh orangtuanya yang kesal melihatnya bermain ludhruk.
Sekolah tanpa sepatu
Pada saat Mahfud MD bersekolah, dia mengaku terbiasa tanpa menggunakan sepatu alias nyeker (tanpa alas kaki). Selain susah didapatkan, sepatu adalah barang mewah yang tak bisa dinikmati banyak orang.
Saat memiliki sepatu pun, Mahfud MD mengaku sepatunya sering rusak. Hal itu karena dia hanya mampu memiliki sepatu murah.

















































































