Ikuti Kami

PDI Perjuangan & NU Menara Kembar NKRI

PDI Perjuangan konsisten menerapkan nilai-nilai pembebasan yang dicetuskan Bung Karno.

PDI Perjuangan & NU Menara Kembar NKRI
Satgas Cakra Buana.

Jakarta, Gesuri.id - Salah satu kesan paling kuat bagi saya pribadi yang berlatar-belakang santri tentang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI Perjuangan adalah anggapan bahwa ini bukan wadah yang pas buat umat Islam dan kaum santri. Masa kecil saya di Sumatera memberi kesan kuat kepada saya bahwa PDI Perjuagan adalah partainya preman, orang Batak dan orang Kristen. Tidak lebih. Namun seiring pergaulan yang kian luas dan bertambahnya wawasan dan pengetahuan, saya baru sadar bahwa kesan itu tidak sepenuhnya benar. 

Ketika hijrah ke Jakarta, saya tahu ada banyak kaum santri yang mulai berkecimpung di PDI Perjuangan yang didominasi kaum abangan, dan sejak tahun 2007 pun PDI Perjuangan telah membentuk sebuah wadah yang dapat menampung kaum santri untuk berkiprah dengan nama Baitul Muslimin Indonesia (BMI). Beberapa kawan saya aktif berkiprah di sana dan saya baru paham bahwa PDI Perjuangan tak sepenuhnya berisi kaum merah, tapi juga mulai memberi polesan warna hijau kaum santri pada kanvas kebangsaannya.

Baca: Mengulik Gaya Kepemimpinan Transformasional Ganjar Pranowo

Dengan begitu saya mendapat pemahaman baru kalau PDI Perjuangan bukanlah partai yang sepenuhnya antipati terhadap aspirasi Islam sebagaimana anggapan banyak, tapi merupakan partai nasionalis ideologis yang sangat nyaman bergaul dengan kalangan santri, terutama dari kaum tradisionalis. Dan tatkala membaca sejarah perpolitikan Indonesia, aliansi antara kalangan nasionalis ideologis dan kaum tradisionalis Islam itu bukanlah hal baru. Koalisi kalangan nasionalis dengan kaum modernis Islam memang tak selalu berlangsung mulus, namun dengan kaum tradisionalis dari lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) tampaknya cukup harmonis. 

Ini tidak mengherankan karena hubungan baik itu sudah dirintis sejak kedekatan Presiden pertama RI, Ir. Sukarno dengan KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Hasbullah, serta kiai, pendiri, dan penggerak NU lainnya. Ibu Megawati Soekarnoputri juga sadar akan fakta sejarah ini, terutama karena ayahnya Bung Karno sempat diberi gelar Waliyyul Amri Ad-Dharuri bi As-Syaukah yang berarti pemimpin yang berdaulat di masa darurat oleh ulama-ulama NU. Gelar tersebut merupakan bentuk dukungan terhadap Bung Karno dalam menghadapi masa bergejolak yang disahkan secara formal dalam Muktamar NU di Surabaya pada tahun 1954. Gelar itu pulalah yang menjadi landasan Bung Karno dalam membuat kebijakan-kebijakan sebagai pemimpin pemerintahan masa darurat, demi mengikat umat Islam dan bangsa.

”Kedekatan Bung Karno dengan kiai dan warga nahdliyin itu akan saya teruskan dalam tindakan dan telah saya amanatkan kepada seluruh kaum nasionalis, juga para kader dan simpatisan PDI Perjuangan. Karena saya sangat yakin jika PDI Perjuangan dapat terus berjalanan beriringan dengan NU, maka segala ancaman kebangsaan kita pasti bisa diatasi,” demikian penuturan Ibu Megawati dalam acara ”Bersama Merawat Indonesia” (12/2/2022) dalam rangka memperingati Hari Lahir (Harlah) Ke-96 Nahdlatul Ulama.

Baca: Ganjar Pranowo Berpeluang Dapatkan Trah Gelar Wahyu Mataram

Salah satu jasa besar lain PDI Perjuangan bagi bangsa ini adalah bagaimana partai nasionalis ini secara konsisten menerapkan nilai-nilai pembebasan yang dicetuskan Bung Karno dalam Dasasila Bandung. Setara dengan itu, kaum tradisionalis NU sampai saat ini juga masih istiqomah merawat dan berpegang teguh pada trilogi ukhuwwah yang diajarkan Rais Aam PBNU 1984-1991, KH Achmad Shiddiq. Ketiganya adalah ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan sesama Islam), ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan sesama anak bangsa), dan ukhuwwah basyariyyah (persaudaraaan sesama umat manusia). 

Menurut Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, ”Prinsip-prinsip ini (Dasasila Bandung) juga dipegang PDI Perjuangan hingga kini untuk menjaga persaudaraan dunia, sama seperti semangat NU (dalam menjaga trilogi ukhuwwah mereka).” Jadi tidaklah berlebihan bila kaum nasionalis PDI Perjuangan dan kaum tradisionalis NU dianggap sebagai menara kembar keutuhan NKRI dalam berbangsa dan bernegara. 

Kolaborasi dan aliansi antara kaum nasionalis dan kaum tradisionalis itu hendaknya terus dirawat dan dikembangkan sehingga mampu menjaga taman sari Indonesia dengan segenap warna dan coraknya dari rongrongan internal maupun ancaman eksternal. Kita berharap, kaum nasionalis PDI Perjuangan terus berjalan beriringan tangan dengan kaum tradisionalis NU dan spektrum lainnya dalam jangka waktu tidak terhingga, sehingga negeri ini tumbuh dan berkembang sebagai baldhatun thayyibatun wa rabbun ghafur, negeri elok nan gemah ripah loh jinawi. Insyaaallah!

Jakarta, 9 Januari 2024


Oleh: Relawan Santri Spartan, KH. ENKA.

Quote